Tampilkan di aplikasi

Ayah tak sekedar mencari nafkah

Majalah Mulia - Edisi 11/2017
7 November 2017

Majalah Mulia - Edisi 11/2017

Kurangnya peran ayah untuk anak laki-laki akan mengakibatkan kenakalan, agresif, terjerumus ke dalam hal-hal negatif.

Mulia
“Laskar sebal sama ayah!” kata Laskar kepada ayahnya. Ia marah karena seharusnya ayahnya menemaninya bermain atau melakukan aktivitas bersama di minggu pagi yang cerah, namun tiba-tiba membatalkan semua jadwal bersamanya. Ayahnya harus memenuhi panggilan lembur kerja. Mungkin, pemandan g an seperti itu biasa kita temukan, terlebih jika hidup dalam perkotaan atau menganut prinsip tugas ayah hanya mencari nafkah saja.

Namun, dalam Islam, seorang laki-laki yang sudah menikah tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah. Suami adalah kepala keluarga, penentu arah, atau menjadi navigator rumah tangga. Meminjam istilah psikolog yang juga pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman, jika seorang ibu adalah Unit Pelaksana Teknis, maka seorang ayah adalah penentu Garis Besar Haluan Keluarga.

Jika ibu adalah madrasah pertama untuk anak, maka ayahlah yang menjadi kepala sekolahnya, sehingga kepemimpinan seorang laki-laki atau ayah lebih kepada hal-hal strategis. Meski demikian, bukan berarti ayah harus lepas tangan begitu saja dari pendidikan anakanaknya. Sebab, dalam al-Qur’an, pendidikan anak, terutama pendidikan agama yang bertanggung jawab adalah ayah.

Lihat saja bagaimana Luqman menanamkan benih tauhid pada anaknya. Sang buah hati ia beri peringatan sejak dini agar jangan menyekutukan Sang Ilahi. “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benarbenar kezaliman yang besar.” (Luqman: 13)
Majalah Mulia di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI