Keluarga bagi peradaban Barat tak lebih dari sekadar produk sosial dan karena itu dinilai membebani, karena tidak senapas dengan semangat kebebasan yang tak terbatas. Namun dalam Islam, keluarga bukan saja tempat berhimpun, tetapi bahtera untuk sampai ke pantai harapan, menuju Surga bersama-sama. Itulah mengapa Nabi memberikan kode, “Bayti Jannati” (rumahku Surgaku). Dengan kata lain, keluarga merupakan unsur penting bagi tegaknya iman dan Islam setiap anak Adam.
Terlebih, sebagai orang tua, tugas kita tidak sebatas pada kegiatan membantu anak mengerjakan PR atau menyelesaikan tugas pelajaran lainnya. Tetapi lebih jauh lagi, yakni bagaimana mengarahkan anak dan menunjukkan jalan yang benar (shiratal mustaqim), sehingga mereka memperoleh kebahagiaan hidup dunia-akhirat. Oleh karena itu, maka nilai-nilai iman, nilai-nilai Islam yang diamalkan seluruh penghuni keluarga, ikut mewujudkan “reuni keluarga’ di Surga kelak.
Konkretnya sederhana, mulai dari pengamalan membaca Al Quran, baik secara tartil, tilawah maupun tadabbur, agar terus dilatih dan dibiasakan di dalam rumah. Pelaksanaan shalat sunnah hingga beragam latihan tanggung jawab juga dibiasakan kepada putra-putri. Termasuk di dalamnya penerapan amar makruf nahi munkar.
“Tidaklah suatu kaum melakukan kemaksiatan, sedangkan di antara mereka ada orang yang mampu mengingkarinya, namun tidak melakukannya, melainkan Allah menimpakan adzab dari sisi-Nya terhadap mereka semua tanpa kecuali.” (HR. Tirmidzi).
Hadits tersebut bisa dimaknai sekaligus diterapkan agar kepala rumah tangga dan anakanak lelaki menjalankan fungsi pengawasan penerapan nilai-nilai keimanan. Jika sang adik wanita sempat meninggalkan rumah dengan tidak menutup aurat, maka anak-anak lelaki wajib memberikan teguran dan nasehat, sehingga ada penerapan leadership di dalam rumah. Dan, tentu saja itu akan sangat berkesan bagi buah hati. Inilah keluarga yang fungsional lahir dan batin, insya Allah.*/Imam Nawawi