Tampilkan di aplikasi

Raih ketakwaan di bulan ramadhan dengan berinfak

Majalah Mulia - Edisi 5/2018
8 Mei 2018

Majalah Mulia - Edisi 5/2018

Ayah suka mengingatkan untuk tidak marah dan suka memaafkan orang lain.

Mulia
Suatu hari, usai menikmati sajian makan siang, seorang kawan tiba-tiba melontarkan sebuah pertanyaan, “Apa yang kamu ingat dari ayahmu?” Pikiranku menerawang. Aku bukan sedang berupaya mengingat, tapi justru sedang berfikir mana yang harus aku sampaikan. Sebab, sedikitpun tak ada yang aku lupa tentang beliau.

Abah, demikian saya memanggil, sosok sederhana yang tak banyak bicara. Namun, dalam diamnya senantiasa menasihatkan banyak hal. Ia sosok yang penyayang, penuh empati, dan sangat dermawan. Karakter yang terbentuk karena benturan kehidupan yang harus Abah lalui di masa kecil dulu.

Sikap empati dan rasa ‘tidak tega’ itulah yang membuat Abah menjadi sosok yang sangat dermawan. Selalu berusaha bisa berbuat baik dalam kondisi apa pun. Tak heran, jika sejak kecil aku sangat hafal dengan salah satu kebiasaan Abah, yaitu suka mengundang tamu ke rumah tanpa konfirmasi pada Ummi, atau memberi tahu terlebih dahulu pada orang rumah.

“Pasti ada rezekinya kalau tamu sudah naik ke teras rumah. Bahkan mereka datang membawa rezeki,” jawab beliau jika mendapati komentar bernada protes tentang kebiasaannya itu. pada orang lain Abah bersikap demikian, terlebih kepada kami anak-anaknya. Seringkali jika hendak bertugas ke luar kota, Abah mendatangiku dengan sembunyi-sembunyi, berbisik memberikan sejumlah uang.

Tentu aku merasa sangat senang dan bangga. Merasa akulah yang paling disayang. Sebab saudara yang lain pasti tidak diberikan. Semakin dewasa, kami baru menyadari bahwa ternyata Abah melakukan hal yang sama pada 12 orang anaknya tanpa pernah kami saling tahu.
Majalah Mulia di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI