Tampilkan di aplikasi

Wakaf tunai, amal yang membangun masyarakat luas

Majalah Mulia - Edisi 08/2018
3 Agustus 2018

Majalah Mulia - Edisi 08/2018

Wakaf tunai dapat diolah dalam ragam bentuk bisnis yang halal.

Mulia
Wakaf bermakna, “Penahanan suatu harta sehingga harta itu tidak dapat diwariskan, dijual atau dihibahkan dan hasilnya diberikan kepada penerimanya.” Demikian yang ditegaskan oleh Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri dalam kitabnya Minhajul Muslim.

Beliau melanjutkan, “Sesuatu yang diwakafkan adalah yang tetap utuh setelah diambil hasilnya, seperti rumah, tanah, atau sejenisnya. Jika yang diwakafkan itu sesuatu yang habis, dalam arti hanya dapat dimanfaatkan, seperti, makanan, parfum atau sejenisnya, maka hal itu tidak boleh diwakafkan dan tidak dinamakan wakaf.

Akan tetapi disebut dengan sedekah.” Namun, seiring perkembangan waktu, wakaf berupa harta kini bisa ditunaikan dalam bentuk uang yang disebut dengan wakaf tunai. Prof. Dr. Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman dalam bukunya Islamic Economics & Finance menuliskan bahwa wakaf tunai telah dibahas oleh ulamaulama terdahulu.

Imam Az-Zuhri berpendapat bahwa wakaf uang (saat itu dinar dan dirham) adalah boleh. Demikian pula dengan sebagian ulama mazhab Syafi’i, juga membolehkan wakaf tunai. Mazhab Hanafi pun membolehkan wakaf tunai untuk investasi mudharabah atau sistem bagi hasil lainnya. Keuntungan bagi hasil digunakan untuk kepentingan umum (halaman: 466).

Kemudian dipaparkan sebuah ilustrasi perihal ini. “Jika wakaf tunai dapat diimplementasikan, ada dana potensial yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan dan kesejahteraan umat. Jika terdapat satu juta saja masyarakat Muslim yang mewakafkan dananya sebesar Rp. 100.000 akan diperoleh pengumpulan dana wakaf sebesar Rp. 100 miliar setiap bulan (Rp. 1,2 triliun per tahun).
Majalah Mulia di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI