Makna merdeka sering dimaknai bebas tidak dikekang oleh pihak manapun. Padahal hal ini sangat tidak mungkin. Kita (manusia) memiliki segudang keterbatasan.
Kita tinggal di bumi yang bukan pilihan kita, fisik kita juga bukan pilihan kita. Kita tidak pernah tahu sebanyak apa rezeki kita, waktu mati kita, dan bahkan hidup kita ini juga bukanlah pilihan kita.
Keberadaan manusia adalah bagian dari rancangan besar dari penciptaan alam semesta ini. Banyak nasib manusia ditentukan oleh pihak di luar dirinya. Sangat tidak mungkin jika makna merdeka berarti bebas sebebasbebasnya.
Fisik versus hati Ada dua dimensi manusia, hati dan fisik. Dua hal ini yang sering manusia tidak mempu membedakan. Mereka menyamakan hati dengan fisik. Lapar, haus dan ngantuk adalah gejala kebutuhan fisik yang belum terpenuhi.
Hal ini sangat sederhana cara pemenuhannya. Takarannya pun jelas. Saat lapar dan haus cukup diberi makan dan minum. Jika sudah kenyang dan hilang dahaganya maka ia akan tenang. Seorang yang ngantuk cukup disilahkan istirahat.
Jika hilang kantuknya maka ia akan tenang. Sedangkan karakter jiwa sangat berbeda dengan fisik. Lapar dan hausnya jiwa tidak bisa diselesaikan dengan pemenuhan materi. Kegelisahan dan hilangnya ketenangan adalah indikasi laparnya jiwa.
Maka kebutuhan sesungguhnya adalah kebenaran wahyu dan ilmu. Namun sayangnya malah mereka penuhi dengan memperturutkan hawa nafsu. Apapun keinginan yang terlintas dalam benaknya langsung dituruti. Ia pikir dengan menambah hartamaka akan mendapat ketenangan.
Ia menyangka dengan berkuasa akan memperoleh ketenangan. Ia menyangka dengan bebas memperturutkan syahwat dan tidak terhalangi oleh siapapun menjadikan jiwanya akan lapang, puas dan bahagia. Namun yang diperoleh justru kesedihan, kegalauan, kecemasan yang berujung pada frustasi bahkan bunuh diri
