Pengorbanan
Saat mendengar kata pahlawan, apa yang paling terkesan kuat di dalam benak pikiran? Tentu saja perjuangan dan pengorbanan mereka demi terwujudnya kemerdekaan bagi bangsa dan negara. Kini, Indonesia telah merdeka.
Sekalipun belum sempurna ini adalah buah dari perjuangan dan pengorbanan para pahlawan terdahulu. Lantas, apakah kemudian tugas kita di dalam mengisi pembangunan bangsa dan negara cukup dengan ilmu dan skill (keahlian) belaka? Tidak! Pengorbanan itu masih dibutuhkan.
Sebab hakikatnya pengorbanan bisa dimanivestasikan di segala situasi dan kondisi. Pada masa penjajahan tentu saja mengangkat senjata adalah perjuangan yang harus diemban. Pada saat yang sama, kini pun sama. Hanya saja, boleh jadi bentuk dan tingkat pengorbanannya yang tidak sama.
Dahulu mungkin berkorban harus kehilangan jiwa. Tapi kini, kita tidak dituntut sampai pada tahap pengorbanan tersebut. Kini, kita semua dituntut untuk senantiasa rela melakukan pengorbanan demi kehidupan sesama yang lebih baik. Entah itu dengan mengorbankan tenag, pikiran, atau kekayaan.
Menariknya, ajaran Islam senantiasa mendorong umatnya untuk rela berkorban. Berkorban dengan cara memberikan bantuan, sedekah, infaq, bahkan wakaf demi kebaikan kehidupan umat Islam secara utuh dan menyeluruh.
Jika kemudian muncul pertanyaan bagaimana semestinya kita memanivestasikan semangat Hari Pahlawan, maka jawabannya sederhananya, jadilah insan yang rela berkorban demi kemajuan anak-anak Indonesia masa depan.
Apabila hal ini menjadi kesadaran massif seluruh rakyat, pemimpin dan pejabat negara, maka apa yang menjadi cita-cita besar para pendiri bangsa hanyalah soal waktu. Dan, di momentum Hari Pahlawan di Bulan November ini, semangat pengorbanan itu hendaknya kita nyalakan bersama.*/ Imam Nawawi