Tampilkan di aplikasi

Curhat ibunda Imamatul Maisaroh, penasihat presiden obama sempat terlunta

Tabloid NOVA - Edisi 1485
8 Agustus 2016

Tabloid NOVA - Edisi 1485

Sosoknya saat tampil pada Konvensi Partai Demokrat AS di Philadelpia beberapa waktu lalu langsung mengundang decak, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Perempuan bertubuh mungil berkulit gelap ini berpidato sangat tenang dan gerak tubuh penuh percaya diri. Ia menceritakan masa lalunya yang pernah menjadi korban kejahatan perdagangan manusia, selaras dengan jabatannya saat ini sebagai penasihat Presiden Obama untuk bidang trafficking di seluruh dunia. Dialah Imamatul Maisaroh (36) ibu tiga anak asal Desa Kanigoro, Kec. Pagelaran, Kabupaten Malang (Jatim). / Foto : Dok. Pri

NOVA
Kisah hidup sulung dari tiga besaudara ini bak mozaik penuh warna. Terlahir dari keluarga petani sederhana, penggalan kisahnya mengharu biru sebelum akhirnya ia tampil di panggung politik negara adidaya, AS. “Semua ini bagaikan mukjizat. Sebelum jadi seperti sekarang, anak saya sempat terlunta-lunta,” kata sang ibu, Alimah (50), kepada NOVA di rumahnya di Desa Kanigoro, Kec. Pagelaran, Kabupaten Malang (Jatim), Rabu (3/7). Aku tak pernah menyangka nasib anakku bisa jadi seperti sekarang. Tiba-tiba wajahnya muncul di televisi dan ditonton orang di seluruh dunia. Dia berdiri sebagai penasihat Presiden Obama yang khusus membawahi bidang perdaganggan manusia. Padahal, dia anak desa yang sangat sederhana.

Usai penampilannya, sontak aku dan suami, Turiyo (56), didatangi banyak wartawan. Padahal, sebenarnya nasib anak sulungku itu berawal dari derita. Kalau sekarang tiba-tiba menjadi orang terkenal, bagiku tak ubahnya sebuah mukjizat dari Allah. Hidup Ima sempat terlunta-lunta. Ima kecil tak ubahnya seperti anak desa pada umumnya. Dulu, ia sekolah di Madrasah Tsanawiyah. Karena dasarnya anaknya memang cerdas, prestasinya cukup cemerlang. Sejak kelas satu sampai kelas tiga, Ima selalu dapat ranking. Sengaja aku sekolahkan ia di madrasah, sekolah berbasis agama, supaya kelak dia tumbuh menjadi anak yang punya bekal iman yang cukup. Bagi kami agama sangat penting, sebab itulah yang bisa membimbing perjalanan hidupnya.

Memang benar, Ima tumbuh menjadi anak yang sangat baik dan patuh pada orangtua. Dia sangat cekatan, sehari-hari sebelum atau setelah sepulang sekolah selalu membantu pekerjaan orangtua di rumah. Bahkan sekalisekali membantu pergi ke sawah juga. Layaknya anak desa, pekerjaan sehariharinya adalah bersih-bersih rumah, cuci piring, cuci baju dan masih banyak lagi pekerjaan rumah lainnya. Sementara aku bersama suami lebih banyak di sawah sebagai buruh tani. Kedua adik Ima, Daulatus Sa’adah (33) dan Haris Susana (30) saat itu masih kecil.
Tabloid NOVA di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI