Walau tak serumit orang dewasa, anak juga memiliki masalah. Sebut saja konflik dengan sang kakak, berkelahi dengan teman sepermainan, atau kecewa karena keinginannya tidak terkabul, bahkan sampai frustrasi karena nilai ulangannya tak juga bagus. Sebagai orangtua, kita tentu tidak tega membiarkan mereka berlarut-larut dalam masalahnya.
Tapi yang terjadi, peran orang tua yang kelewat aktif malah membuat anak-anak menjadi lemah. Mereka tidak pernah belajar memecahkan masalahnya sendiri. Padahal penting bagi anak untuk memiliki kemampuan tersebut, guna mempersiapkan dirinya menghadapi setumpuk masalah saat dewasa nanti.
Membiasakan anak untuk hidup mandiri bukan berarti orang tua lepas tangan. Menurut Vera Itabilina Hadiwidjojo, S. Psi., Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan UI, orang tua dapat menempatkan diri sebagai teman untuk berdiskusi.
“Ketika anak sudah terbiasa hidup mandiri, orang tua bisa berperan sebagai teman untuk mendiskusikan mengenai apa yang dipilih anaknya. Diskusi ini tujuannya untuk membahas konsekuensi dan solusi dari apa yang dipilihnya. Namun, usahakan keputusan tetap berada di tangan anak dan hindari menyalahkan anak ketika pilihannya tidak berhasil,” ujarnya.
Mengajarkan anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri tidak ada standar usia tertentu. Bahkan semenjak dini pun sudah bisa. Banyak hal yang akan didapatkan anak jika sudah terbiasa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Seperti menjadi lebih percaya diri dan kemampuannya untuk menyelesaikan masalah, baik itu masalah kecil hingga masalah yang kompleks, semakin terasah. Anak juga akan tumbuh menjadi pribadi yang optimis dan penuh inisiatif, sehingga dapat dijadikan leader di lingkungan pergaulannya.
