Saat Medsos Tak Lagi Menyenangkan. Saat membuat tulisan ini, saya sedang mengunjungi Semarang. Duduk di toko Oen yang legendaris bersama beberapa teman yang terpisah duduknya dari saya. Jarak kami hanya terpaut 3 meter. Mereka bercengkerama, saya (yah seperti bisa ditebak) berusaha menyelesaikan pekerjaan, hehe. Salah satu peserta meja sebelah adalah anak teman yang usianya masih remaja.
Saat ayah dan teman-temannya bercerita soal keunikan toko Oen, si anak asyik main hape. Bisa sedang chat, atau mungkin melihat-lihat timeline medsos. Bagi mereka yang usianya masih di bawah 18 tahun, “main” sosmed ibarat hal yang lumrah. Mematut layar dan berinteraksi dengan teman-teman entah di mana, jadi hal yang menyenangkan.
Menyenangkan sampai momen si anak disapa dan tidak segera menyahut. “Dek, kamu ditanya itu, lho.” Hehe, rasanya sih mereka pasti sebal. Bagi si remaja, aktivitas yang sedang dia lakukan tidak salah. Malah alamiah. Tapi rupanya bagi teman-teman ayahnya itu dianggap seperti kurang peka. Tepatnya kurang peka dengan keindahan toko yang sudah berdiri selama 82 tahun.
Situasinya terdengar familiar ya, Sahabat Nova? Kalau melihat anak keasyikan main medsos sampai enggak “ngeh” dengan kehidupan nyata, kita anggap itu jadi “racun” bagi si buah hati. Niat kita baik: menjadi pengingat yang sehat untuknya. Pengalaman saya dengan medsos sederhana. Mulai dari sejak masa MySpace, Friendster, Twitter, sampai Path dan Facebook, saya menikmati interaksi pertemanan di dunia maya ini.
Tapi saat lebih intens main Instagram, saya merasa ada yang beda. Jika di Twitter dan Path saya mudah update status, saling mention dan bercanda, di Instagram seperti ada standar yang lebih tinggi. Mayoritas post dari akun yang saya ikuti menampilkan visual sempurna yang seperti dipikirkan 1 minggu sebelumnya. Angle, pencahayaan, filter, proporsi, tema, semua diperhitungkan. Momennya pun tampak perfect.
Keluarga yang harmonis, liburan yang menyenangkan, pesta atau acara hang out yang hangat dan spektakuler. Likes-nya? Wuih… Ratusan sampai ribuan! Now, that’s pressure! Apalagi kalau usaha jadi sempurna membuat kita habis waktu dan terobsesi menjadi seperti orang lain.
Bagaimana pun, apa yg tersaji di medsos belum tentu seindah aslinya. Dan ketika batas-batas antara yang nyata dan maya itu semakin kabur, tandanya harus segera dilakukan intervensi. Caranya: detoks medsos. Semoga Isu Spesial NOVA kali ini bisa menjadi pengingat sehat buat kita semua.
Salam hangat,
Indira Dhian Saraswaty