Tampilkan di aplikasi

Belaian terakhir sebelum ombak besar menerjang

Tabloid NOVA - Edisi 1612
11 Januari 2019

Tabloid NOVA - Edisi 1612

Subandi, sang ayah, ingin terus membantu Adit mewujudkan cita-citanya jadi pesepakbola sukses.

NOVA
Malam itu langit cerah. Setelah makan malam, sekitar jam 8 saya main ke rumah teman. Ngumpulngumpul saja, sih. Jarak rumah teman itu sekitar 20 meter dari rumah saya. Kami main catur, nonton TV, atau ngobrol-ngobrol saja. Keluarga di rumah. Jam segitu biasanya sudah pada tidur. Di rumah ada ibu saya, Hamijah (55).

Ada istri, Munajah (31) dan dua anak kami, Hadi (8) dan Rifki (2). Kalau anak pertama, Adit (12) lagi enggak di rumah. Sejak tanggal 20 Desember, dia ikut kompetisi sepakbola bersama Merpati FC di Bandar Lampung. Lagi asyik-asyiknya ngobrol, sekitar jam 9.20 malam datang ombak itu. Saya enggak sempat lari. Bengong melihat ombak yang datang dari jauh, karena memang enggak biasanya sebesar itu.

Tapi setelah ombak itu semakin dekat, saya baru tersadar dan lari dari tempat duduk. Baru sekitar 5 meter saya lari, tubuh saya langsung diterjang tsunami yang tinggi benar, mungkin lebih tinggi dari pohon kelapa. Saya digulung ombak. Tangan saya berusaha mencari pegangan, tapi enggak nemu. Syukurlah akhirnya saya berhasil pegangan di tembok rumah tetangga.

Setelah ombak pertama surut, saya berusaha bangun. Melihat ke depan, kanan kiri, belakang—di mana, ya rumah saya? Biar rumah saya sudah rata dengan tanah, saya tetap mencari keluarga. Tapi sekitar 7 menit kemudian datang lagi ombak kedua. Lebih tinggi dari ombak yang pertama. Saya lari ke tempat yang lebih tinggi. Bagaimana keadaan keluarga saya, saya sudah enggak tahu lagi.
Tabloid NOVA di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI