Pilih yang sis-pack atau biasa? Sekitar tujuh tahun lalu, saya dikirim ke Amerika Serikat untuk liputan film The Avengers (film perdana). Tepatnya di Los Angeles. Jadwal acara yang saya terima luar biasa menarik. Selain bisa nonton filmnya lebih dulu dari orang-orang lain di seluruh dunia, saya juga dapat sesi wawancara eksklusif dengan para bintang. Salah satu yang paling berkesan adalah sesi tatap muka dengan Chris Evans. (Ehem, bagi yang lupa, dia pemeran Captain America.)
Dalam keadaan jet lag alias panas dalam karena jam tidur berantakan hasil memasuki zona waktu berbeda, saya menyiapkan pertanyaan, alat perekam, dan memasuki kamar hotel lokasi wawancara. Tapi semangat saya langsung terbit saat melihat sosok Chris sedang menghadap ke luar jendela. Berkas-berkas sinar matahari pagi terhalang oleh tubuhnya yang saat itu masih cukup kekar berkat tuntutan peran karakter. Tangannya di belakang pinggang, kakinya sedikit terbuka. Entah kenapa saya melihatnya sebagai sang Captain dengan baju sipil.
Lalu, dia balik badan… “Hello! My name’s Chris,” katanya dengan senyum sambil menjabat tangan saya. Dia mengenakan kemeja jeans, celana khaki, dan sepatu keds. Kemejanya terkancing sempurna dan ukurannya tidak terlalu pas badan, tapi saya tak bisa mengelak: Tubuhnya tegap, berisi, dan (bayangan saya) otot perutnya six-pack, hehe. Apakah tampilan fisik Chris membuat saya senang melihatnya? Yes! Yang membuat Chris jadi berkesan buat saya adalah paduan antara fisik dengan keramahannya.
Kombo sempurna! Saat mengerjakan edisi ini, kami juga bertemu dengan empat lelaki seperti Chris, yakni Chicco, Mike, Verdi, dan Oka. Tak dipungkiri, kita senang melihat penampilan mereka. Mau itu struktur wajah, sampai postur tubuh. Tapi, Sahabat NOVA boleh baca halaman wawancara kita dengan mereka, pasti langsung merasakan hal yang sama saat saya ketemu Chris: kombo sempurna. Kalau sudah begini, otot perut six-pack atau tidak sepertinya jadi bukan isu utama.
Tapi lebih bagaimana seseorang menghargai dirinya dengan memerhatikan asupan nutrisi, olahraga, dan sebagainya. Sebab, kalau bukan kita sendiri, siapa lagi yang akan menghargai diri kita? Ya, kan? Saat sehat, bugar, dan segar sudah di tangan. Manis di mata jadi bonus! Salam hangat, Indira Dhian Saraswaty