Syukur tiada akhir. Seorang teman pernah bercerita bagaimana sekian tahun lalu banjir beberapa kali memasuki rumahnya. Kejadian itu bahkan dialaminya hingga berhari-hari. Listrik dipadamkan dan pasokan air bersih jadi terganggu. Penggunaan air untuk bebersih akhirnya wajib dihemat-hemat. Dia lalu berkisah bahwa dalam kondisi normal, biasanya dia membutuhkan air setara dengan satu ember untuk mandi.
Lucunya, ketika banjir datang lalu listrik padam dan air bersih harus dihemat, ternyata dia bisa mandi dengan 5 gayung saja. Tidak sampai sepertiga ember. “Tenang…dijamin tetap bersih, kok!” gelaknya. Baginya, hemat air tak terlalu menyulitkan. Kalau biasanya menuangkan air dari gayung langsung disiram habis. Kala banjir, menuangkan air dari gayung lebih perlahan. Sedikit demi sedikit, membilas sabun dari kepala hingga ujung kaki.
Singkat cerita, dia menyadari kalau dirinya cukup adaptif. “Ternyata, saya bisa kok, mandi bersih dengan air yang jauh lebih sedikit.” Namun hal berbeda ketika berurusan dengan gaji, seperti yang kami angkat di edisi minggu ini. Tanpa berusaha mengesampingkan Sahabat NOVA yang lain, persoalan gaji perlu juga kita bahas karena ada banyak perempuan Indonesia yang bekerja sebagai karyawan dan menjadi tulang punggung keluarga.
Sepanjang bekerja, saya bersyukur, gaji tiap tahun selalu bertambah. Belum lagi ketika diberikan kesempatan untuk mengelola tanggung jawab yang lebih besar berupa promosi jabatan. Pasti ada beberapa penyesuaian yang jumlahnya lumayan lah untuk menambah pendapatan. Gaji terus bertambah, tapi alamiahnya rencana dan kebutuhan mengejar mimpi tumbuh lebih besar lagi.
Saya sih aliran yang percaya ketika kita bekerja sebaik mungkin, semesta akan mengembalikannya melalui sejuta cara tanpa harus kita minta. Tapi jika situasinya berbeda, apa yang harus kita lakukan? Itu yang berusaha kami bahas minggu ini. Ini yang saya pribadi yakini: Manusia yang beruntung atau manusia tidak beruntung, ditentukan oleh kemampuannya dalam bersyukur. Sementara kemampuan mensyukuri, buat saya, menjadi dasar utama hadirnya bahagia.
Seperti cerita teman saya tadi, mandi bisa tetap bersih, mau dengan satu atau sepertiga ember. Dan, nampaknya ini sejalan dengan falsafah founder kami tercinta, Jakob Oetama; Syukur Tiada Akhir.