Bawa anak ke tempat umum
Sabtu malam di bioskop. Saat film setengah jalan diputar, ada suara rengekan anak kecil dari tempat duduk di sayap kiri. Sepertinya dia mulai mengantuk dan minta pulang. Ibunya berusaha menenangkan, tapi dalam hitungan detik, rengek kecil berubah jadi tangis…yang cukup kencang.
“Ihh! Sssttt! Lagian ngapain, sih, jam segini masih ajak anak kecil ke bioskop. Kalau gini, kan, jadi ganggu.” Pihak yang mengomel tadi sesama penonton. Duduknya pas di belakang kursi saya. Di satu sisi saya merasa dia ada benarnya, karena jam putar film tersebut memang di atas jam 8 malam.
Filmnya pun bukan untuk anak-anak. Di sisi lain saya berpikir, Namanya juga anak-anak. Mereka, kan, memang belum bisa mengontrol emosinya, dan mereka tak paham kalau itu mengganggu orang lain. Cerita kedua: jamnya kira-kira sama, tapi beda situasi. Kali ini di sebuah rumah makan khas Nusa Tenggara Timur.
Sepasang suamiistri dan anaknya makan malam bersama dua teman mereka. Si anak sesekali turun dari pangkuan lalu jalan-jalan ke arah meja lain. Dia melihat tamu yang duduk di situ, lalu tersenyum malu dan kembali ke orangtuanya. Dalam cerita saya di atas, dua-duanya melibatkan anak kecil pada malam hari bersama orangtuanya di ruang publik.
Pertanyaannya: Apa betul yang pertama mengganggu, ataukah yang kedua juga? Ada kalanya kita sebagai orangtua merasa sudah cukup peka memilah ke mana dan kapan membawa anak ke ruang publik. Kita juga merasa cukup paham kebiasaan si kecil, sehingga bisa mengantisipasi dan mengatasi kebutuhan mereka.
Sebagai orangtua, perasaan itu sah-sah saja. Lha wong, itu anak kita? Yang kemudian perlu (tapi sayangnya kerap dilupakan) untuk dilakukan lebih lanjut adalah mengira-ira serta mengukur reaksi lingkungan terhadap aksi mereka. Itulah yang berusaha kami bahas minggu ini.
Kisah di bioskop adalah contoh konkrit hasil dari kurang maunya orangtua melakukan langkah di atas. Dalam bayangannya (mungkin), di atas jam 8 si anak sudah bisa pulas tertidur. Gelap, dingin pula.
Hal luput dari hitungan adalah suara yang keluar dari pengeras suara bioskop yang di atas rata-rata. Tentu mengganggu tidur si anak. Saat mulai rewel, yang juga dilupakan adalah reaksi penonton lain yang mungkin ingin khusuk menonton.
Di kisah restoran, sudah sewajarnya anak kecil tak bisa duduk diam di lingkungan baru. Jadi, justru aneh kalau ada pengunjung lain yang terganggu dengan si anak yang tengah mengeksplor sekitarnya.
Sahabat NOVA, jadi orangtua memang bukan hal gampang. Tapi saya yakin seharusnya itu bukan alasan untuk lantas menjadi cuek terhadap lingkungan, kan? Salam hangat