Belajar dari film “Joker”
Pada minggu pertama film Joker ditayangkan di bioskop, media sosial penuh dengan posting-an soal film tersebut. Dari mulai para penggemar yang memuji, orangtua yang khawatir, dan para netizen netral yang berusaha menguliti setiap sisi dari Joker.
“Bahaya kalau ditonton. Joker benarbenar sakit jiwa. Jangan bawa anak kecil kalau nonton,” kata si A. “Joaquin Phoenix keren aktingnya! Joker ya emang segila ini, bukan kayak yang udah-udah ditampilkan di film-film sebelumnya. Sakit!” kata si B.
Tapi ini yang paling bikin miris saat melihat medsos: Ketika tetap ada orangtua tyang mengajak anaknya menonton Joker di bioskop. Padahal ratingnya untuk dewasa.
Seorang teman bercerita, bagaimana saat dia sedang menonton, terdengar suara anak kecil yang menangis. Lalu, apakah orangtua yang menonton bersamanya segera membawa si anak keluar teater? Tidak. Mereka hanya berusaha menenangkannya.
Jujur saja, seperti si teman, saya pun tidak habis pikir. Dengan kemajuan teknologi yang memampukan kita mengakses informasi dari mana saja, kapan saja, mengapa tidak mengecek sinopsis film beserta ratingnya? Toh, tak butuh waktu lama.
Lima sampai 10 detik, langsung bisa ambil keputusan, “Nah, film ini tidak cocok buatmu.” Ini seperti hal mendasar yang mutlak dilakukan bagi orang dewasa yang ingin membawa anak-anak menonton atau BELAJAR DARI FILM “JOKER” melakukan kegiatan apa pun bersama mereka.
Contoh lain yang juga hasil dari kurangnya kita mengikuti aturan soal rating dan kesiapan mental menurut usia adalah anak-anak yang menyetir motor di jalanan. Duh! Mungkin Sahabat NOVA punya kegelisahan yang sama dengan kami. Kalau sudah begitu, apa yang bisa kita lakukan? Kami tetap percaya kalau semua kebaikan bisa dimulai dari diri sendiri.
Bagaimana kalau memulai kebiasaan baik di keluarga kita dulu? Saat anak minta belajar naik motor padahal usianya masih belum cukup, ya larang. Anak minta nonton film yang tak sesuai dengan umurnya, jangan diikuti.
Kita harus saling ingat, Sahabat NOVA. Bagaimana pun ukuran baik atau buruk sesuatu bagi perkembangan anak sampai ia menginjak dewasa, tetaplah menjadi tanggung jawab kita, sebagai orang tuanya. Seperti juga mengajarkan soal hidup bersih, tidak korupsi, dan bekerja dengan hati nurani yang bersih.
Yah, siapa tahu. Suatu saat nanti, anak-anak kita akan duduk di kursi-kursi kepemimpinan tertinggi. Seperti wakil rakyat yang baru dilantik duduk di DPR/MPR. Semoga saja Mulan Jameela dan Krisdayanti yang jadi bahasan NOVA di edisi kali ini pun diajarkan hal sebaik itu oleh ibunya.
Salam hangat,
Indira Dhian Saraswaty