Daya Beli
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 melambat, menjadi 4,94% secara tahunan (yoy). Salah satu penyebab perlambatan ini adalah daya beli masyarakat yang mulai tertekan. Tertekannya daya beli ini bisa dilihat dari penerimaan PPN pemerintah. Per Q III-2023, PPN dalam negeri mengalami kontraksi 2,3%, yang berlanjut hingga Oktober. Saat itu, PPN mengalami kontraksi 2,2%.
Tekanan daya beli terhadap kelas menengah ke bawah itu, menurut Mantan Wamen Keuangan, Anny Ratnawati, disebabkan tekanan inflasi bahan pangan atau volatile food yang terus meninggi akibat efek berkepanjangan El-Nino dan masuknya masa tanam di Indonesia. Soalnya, porsi belanja terbesar segmen masyarakat ini di sektor pangan.
Konsumsi masyarakat sepanjang tahun 2023 melambat cukup signifikan. Berbagai faktor musiman yang semestinya bisa mendongkrak tingkat konsumsi rumah tangga di akhir tahun—seperti hari raya Natal dan Tahun Baru, Pemilu, dan guyuran bantuan sosial dari pemerintah—gagal mengerek laju belanja dan menggerakkan perekonomian.
Menurut data BPS, konsumsi rumah tangga pada triwulan IV tahun 2023 hanya tumbuh 4,47% secara tahunan yoy, turun dari triwulan III-2023 yang tumbuh 5,06% secara tahunan, ataupun dibanding triwulan IV-2022 yang 4,5%. Laju konsumsi itu juga jauh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04%.
Survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia menunjukkan adanya tren penurunan belanja. Terutama untuk kelompok masyarakat dengan pengeluaran s.d. Rp4 juta/bulan. Terkonfirmasi bahwa belanja kelompok masyarakat dengan pengeluaran Rp1-2 juta turun menjadi 76,7%. Konsumsi masyarakat dengan pengeluaran Rp2,1-3 juta melemah menjadi 76,5%, lebih rendah dibanding September yang 77,1%. Sedangkan konsumsi masyarakat dengan pengeluaran Rp3,1-4 juta juga menurun menjadi 73,7%.
Malangnya, kalangan buruh yang mengalami penurunan daya beli sebagiannya terkena gelombang PHK. Bukannya mereka menahan belanja, tapi memang penghasilan yang pas-pasan dan bahkan tidak mengcover kebutuhan hidup. Biaya anak-anak sekolah naik, BBM naik, sewa kontrakan naik, transportasi umum juga. Alhasil, mereka berutang ke koperasi, pinjol, dan bank-bank liar. Tutup lubang gali lubang.
Sampai akhir tahun, jika gelombang PHK dan/atau pekerja dirumahkan berkelanjutan, kondisinya tetap miris. Terutama di sektor manufaktur tekstil, garmen, dan sepatu. Bansos dan bantuan tunai dari pemerintah memang membantu. Menolong sesaat memang, tapi tak menyelesaikan masalah. Menurut Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia, Lionel Priyadi, perlambatan ekonomi kemungkinan masih berlanjut sampai akhir 2024. Sebab, ekonomi dunia berhadapan dengan resesi AS dan Eropa serta Cina yang ekonominya semakin lemas.
Lalu di mana titik terang pasca 79 tahun merdeka buat 278 juta anak negeri (204.807.222 suara) yang pada 14 Februari menitipkan aspirasinya via 823.220 kotak TPS se-Tanah Air? Jelas salah jika beramanah pada trah rezim yang per Januari telah membebani rakyat dengan Rp8.253,09 triliun.
Salam,
Irsyad Muchtar