Moratorium WARNING datang justru dari proyek infrastruktur. Proyek super-primadonanya kabinet kerja. Dalam dua tahun, 14 kali sudah kecelakaan konstruksi. Teranyar, ambruknya girder (balok baja) Tol Becakayu (20/2) di Jl DI Panjaitan, Cipinang Cempedak, Jaktim. “Iki ono opo,” kata Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR, yang sontak hari Selasa itu juga menyatakan moratorium semua proyek elevated skala besar yang sedang dikerjakan.
“Semua pekerjaan yang berada di atas tanah yang membutuhkan pekerjaan berat, baik itu tol di Sumatera, tol di Jawa, tol di Kalimantan, tol di Sulawesi, jembatan-jembatan panjang, saya berhentikan dulu sementara,” ujar Basuki Hadimuljono. Tidak akan berlangsung lama, sampai selesai audit Komite Keselamatan Konstruksi selesai. Dia jamin tidak akan molor. Audit berbagai kasus konstruksi itu tak akan mengganggu jadwal gunting pita, misalnya.
Sepuluh dari 14 kecelakaan pembangunan proyek infrastruktur terjadi sepanjang Agustus 2017—20 Februari 2018. Tujuh kasus pada 2017, tiga kasus tahun ini. Tanggal 4 Agustus, tiang penyangga LRT Palembang ambruk; 22/9, jembatan jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi ambruk; 29/10, girder pembangunan jalan Tol Pasuruan-Probolinggo ambruk; 15/11, beton proyek LRT Jakarta ambruk; 16/11, crane jalan tol Jakarta-Cikampek II (elevated) ambruk; 9/12, girder jembatan Ciputrapingan ambruk; 30/12, girder jalan tol Pemalang-Batang jatuh; 2/1, girder simpang susun antasari jalan tol Depok-Antasari jatuh; 6/2, underpass kereta bandara Soekarnohatta longsor; 20/2, girder tol Becakayu ambruk.
Dari 10 kecelakaan proyek, tujuh di antaranya dikerjakan PT Waskita Karya Tbk (persero)/WSKT, BUMN konstruksi yang berkiprah sejak 1961. Publik dengan cepat menduga, ini karena prosedur kerja yang ceroboh. Benar saja begitu adanya. Dirut PT WSKT, M Choliq, tak menampik. Akibat korporasi kelewat bernafsu memburu peningkatan nilai produksi atau nilai proyek, perhatian terhadap aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) jadi terabaikan.
Hampir tak terdengar penjelasan teknis ilmiah yang mencerahkan dari pakar konstruksi, kecuali opini normatif ala kadar dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. YLKI menilai maraknya kecelakaan proyek infrastruktur menunjukkan perencanaan yang tidak matang. Bahwa kecelakaan konstruksi yang terjadi secara beruntun, dan memakan sejumlah korban, membuktikan hal itu. Pada sebagian kasus, kecelakaan konstruksi terbukti karena kegagalan konstruksi (construction failure).
Pembangunan infrastruktur jelas tak bisa dikebut seperti sopir angkot kejar setoran. Konstruksi beton memiliki kaidah, rumus dan aksioma baku. Logis saja jika YLKI mendesak pemerintah segera membentuk tim investigasi independen. Diperlukan engineering forensic untuk menyimpulkan apakah kejadian naas beruntun itu kegagalan dalam perencanaan konstruksi, atau dalam pelaksanaan, atau dalam pengawasan.
Ambruknya belasan proyek infrastruktur selagi dikerjakan itu mungkin memendam blessing in disguise, jika dibaca dengan arif. Senyampang kecelakaan konstruksi itu terjadi saat digunakan konsumen, bencana stupid macam apa yang bisa anda bayangkan? Salam, Irsyad Muchtar