Bolanomics. Untuk pergelaran sepak bola Piala Dunia (PD) 2018, kocek Rusia tergerus US$20 M (Rp280 T). Ini setara 15% APBN RI tahun 2018. Empat tahun silam, Majalah Forbes mencatat, Brazil mengeluarkan 25,6 M Reais (Rp123 T). Pada PD 2010, seperti dikutip Goal, Afsel menguras 40 M Rand (Rp42,5 T) untuk renovasi dan membangun infrastruktur terkait. Apa ketiga negara penyelenggara mutakhir itu untung?
Dampak langsungnya tampak dari geliat sektor-sektor kecil seperti penjualan pernak pernik, industri makanan, dan asesoris selama turnamen. Pada kasus Afsel, PD berkontribusi ±0,5% terhadap PDB; mengangkat pertumbuhan ekonomi 4-6% selama triwulanan, pariwisata naik 20%, sektor industri makanan dan minuman naik 10,4%. Itu menurut auditor elite KPMG (Klynveld Piet Marwick Gambut).
Dari PD 2014, FIFA memperoleh hak siar US$2,4 M, dari sponsor pengguna PD pada produknya US$1,6 M, setoran sponsor utama PD per tahun US$30 juta, lisensi menggunakan merek PD US$107 juta. Total perolehan FIFA US$4,8 M, dengan pengeluaran US$2,2 M (46%). Event PD memang mesin uang FIFA.
Menurut Financial Tribune, total hadiah pada PD 2018 ini US$400 juta (Rp5,4 T), lebih baik dari PD 2014 (US$358 juta). Juara kebagian US$38 juta (Rp513 M), Runner-up US$28 juta (Rp378 M), Peringkat ketiga US$24 juta (Rp324 M), Peringkat keempat US$22 juta (Rp297 M). Sekadar bandingan, Manchaster City yang Jawara Primier League Inggris 2017-2018, mengantongi £39,7 juta (Rp742 M).
Pada PD 2014, FIFA dipastikan meraup hampir US$4,5 M (Rp52,45 T, kurs Rp11.655). Untuk ke-32 timnas yang berlaga hanya disisihkan US$400 juta (Rp4,6 T). Yakni US$35 juta untuk Jerman (Juara), US$25 juta buat Argentina (Runner-up); Belanda dan Brasil (peringkat 3 dan 4) mengantongi US$22 juta dan US$20 juta; tereliminasi di babak perempatan final US$14 juta; delapan tim yang gugur di babak 16 besar beroleh hadiah partisipasi @ US$9 juta; timnas yang berakhir di babak penyisihan US$8 juta.
FIFA mengampanyekan semangat dan nilai universal dalam filosofi sepak bola untuk membangun opini bahwa PD milik bersama. Kenyataanya, PD tetap milik FIFA, yang menjual lisensinya melalui sistem waralaba dengan harga selangit. Pembeli utama lisensi PD adalah mitra resmi FIFA, terdiri dari jaringan media sebagai pemegang hak siar dan para sponsor.
Entah ide siapa, medio 2017 lalu, Indonesia bersama Thailand dan Vietnam mengajukan diri jadi tuan rumah bersama PD 2034. Feasiblekah ambisi itu? Lembaga akuntan publik Pricewaterhouse Coopers (PWC) dalam studi World Cup Index (Juni 2014) menyebut, menggelar PD lebih banyak berujung buntung ketimbang untung. “Bahkan (bagi) negara kaya pun tak lebih baik dari negara yang lebih miskin,” tulis PWC dalam kajian ilmiahnya.
Salam,
Irsyad Muchtar