Tampilkan di aplikasi

Kalah saing gak fair, semen nasional stop produksi

Majalah Peluang - Edisi 114
9 September 2019

Majalah Peluang - Edisi 114

Akibat perusahaan semen Cina lakukan predatory pricing, kondisi industri semen berada di di pinggir jurang.

Peluang
Apa mau dikata. Sejumlah pabrik semen nasional di dalam negeri terpaksa berhenti beroperasi. Penyebabnya, kelebihan produksi di samping tak laku di pasaran. Hal tersebut dikemukakan anggota DPR RI, Andre Rosiade, saat mendampingi Federasi Serikat Pekerja Semen se-Indonesia.

Ia menyampaikan berkas ke kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Mereka melaporkan predatory pricing alias persaingan usaha tak sehat yang dilakukan perusahaan BUMN milik Cina, CONCH, yang beroperasi di Indonesia.

Kondisi semen lokal kini merana. “Dari lima pabrik Semen Padang, yang jalan maksimal cuma satu, dua pabriknya karena semen enggak laku. Indocemen pun demikian. Dari delapan, yang jalan tiga pabrik, lima setop. Jadi, utilitas seluruh pabrik semen se-Indonesia garagara ‘dihajar’ semen Tiongkok,” kata Andre di Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jakarta Pusat, Senin (26/8).

“Penyerapan pasar hanya 65 persen. Itu kenyataannya. Jadi, kondisi industri semen kita sudah di pinggir jurang. Jangan sampai KPPU atau pemerintah Jokowi- Kalla menyelamatkan setelah telanjur masuk jurang, seperti industri baja,” ujarnya. Ia tak habis pikir mengapa penjualan semen milik Cina (dibiarkan/direstui) jauh lebih murah dibanding semen yang diproduksi di dalam negeri.

Tak terserapnya produk oleh pasar, mau tak mau, membuat banyak pabrik semen nasional mengendurkan produksi. Toh hanya akan menumpuk di gudang jika semen hasil produksinya tak laku di pasaran. Jika permasalahan serius seperti ini tidak diselesaikan secara benar, sangat potensial terjadi PHK massal di seluruh pabrik semen se-Indonesia. Proyeksi angka PHK yang merisaukan itu tidak sedikit.
Majalah Peluang di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI