Tampilkan di aplikasi

Gegara utang Ekuador krisis

Majalah Peluang - Edisi 116
7 November 2019

Majalah Peluang - Edisi 116

Per Agustus 2019, negara ini memproduksi minyak 500.000 barel per hari.

Peluang
Ekuador merupakan negara yang kaya minyak. Sayangnya, negara dengan 17 juta penduduk itu kini terlilit utang. Buntutnya, pemerintah harus melakukan reformasi kebijakan, termasuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Ini memicu protes di seluruh negeri. Bahkan jadi gelombang demo terbesar dalam satu dekade terakhir.

Lalu, bagaimana krisis ini bisa terjadi di negara kaya itu? Berikut rangkumannya yang dihimpun CNBC Indonesia. Ekuador menjadi bagian Spanyol tahun 1822 dan menjadi republik independen di tahun 1830. Pada tahun 1972- 1979 negara ini berada di bawah kekuasaan militer.

Pada akhir 1990-an mengalami krisis ekonomi parah. Jika saat itu nilai rupiah anjlok 400%, mata uang Ekuador, Sucre, malah menukik sampai 800% dengan inflasi mendekati 100%. Akibatnya pada tahun 2000, Ekuador mengadopsi dolar AS untuk mencegah keruntuhan ekonominya. “Dolarisasi bisa jadi satu-satunya jawaban untuk Ekuador” ujar Joseph Stiglitz.

Tapi konstelasi mata uang dilematis adanya. Keuntungan mata uang kuat. Pertama, impor jadi murah. Kedua, meminimalisir risiko inflasi. Kerugian mata uang kuat. Menurunnya daya saing ekspor.

Nilai barang dan komoditas ekspor Ekuador menjadi lebih mahal dibanding negara-negara seperti Peru, Kolombia, Chile. Kedua, hilang wewenang mengatur sektor moneter. Bank Sentral Ekuador tidak memiliki kewenangan mengatur kebijakan moneter.
Majalah Peluang di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI