First. “Kalau bisa dipersulit, mengapa dipermudah?” Jargon nyeleneh itu, ajaibnya, justru tengah dipertontonkan di ranah hukum. Kasusnya simple. Puluhan ribu calon jamaah umrah nyetor dana via biro jasa. First Anugerah Karya Wisata alias First Travel namanya. Mereka selewengkan. Negara turun tangan. Aset biro jasa itu disita. Dilelang. Uang masuk ke kas negara. Bukannya dikembalikan kepada calon jamaah selaku pemilik sah.
Prosesnya dramatis. Vonis bahwa uang itu jadi milik negara dijatuhkan PN Depok. Dibenarkan PT Bandung. Dikuatkan MA. Jumlahnya Rp917,995 miliar (63.310 jamaah dikalikan Rp14,5 juta) untuk 9 hari perjalanan. Ketiga juragan First Travel (FT), suami istri Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan divonis 20 dan 18 tahun penjara plus denda Rp10 miliar; Kiki Hasibuan divonis 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Logika publik terlecehkan. “Putusan kasasi tersebut bertentangan keras dengan logika hukum. Tidak satu rupiah pun aset negara masuk ke pihak FT. Tak ada kerugian negara,” ujar Mustolih Siradj dari Komisi Nasional Haji dan Umrah. “Atas dasar apa negara merampas harta jamaah (yang bukan harta FT)? ujar Sekjen MUI, Anwar Abbas. Uang milik jamaah itu harusnya dikembalikan kepada jamaah. Sedangkan aset Rp142 miliar bandar narkoba bernama Murtala Ilyas dikembalikan ke dia, kok aset FT dirampas negara? Bagai siluman, aset FT yang Rp917,995 miliar lenyap dan ‘tersisa’ hanya Rp25 miliar. Menguap Rp892,995 miliar. Dari beberapa persidangan, terdakwa/pemilik FT sempat menyatakan punya aset Rp200--Rp300 miliar. Musababnya, konon terjadi peralihan (pindah tangan aset), yang dalam persidangan tidak coba diperjelas.
Dengan mantera apa FT sukses mengelabui 63 ribuan calon jamaah? Jawabnya: mereka berakrobat dengan Skema Ponzi. Yakni modus investasi palsu yang membayarkan benefit kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini.
First Travel bukan yang pertama ‘berjaya’ menipu calon jamaah haji/umrah. Setelah kasus penipuan Tiga Utama, yang berbuntut diputus pailit biro top saat itu, 31 Januari 2003, sedikitnya tercatat tiga kasus haram jadah travel haji/umrah abal-abal. Yakni Travel Abu Tours yang menipu 86.720 calon jemaah haji, nilainya Rp1,8 triliun; Travel PT Solusi Balad Lumampah menipu 12.845 calon jamaah, nilainya Rp300 miliar; PT Ustmaniyah Hannien Tour menipu 1.800 orang, nilainya Rp37,8 miliar.
Fakta bahwa kejadian serupa ternyata berulang semestinya bisa ditangkal jauh-jauh hari sebelum ini. Apalagi peminat perjalanan umrah sangat besar, sekitar 800 ribu orang/tahun. “Sudah sangat perlu diterbitkan sebuah undang-undang khusus untuk melindungi jamaah. Selama ini, peran Kemenag pada penyelenggaraan umrah belum sekuat seperti pada penyelenggaraan haji,” ujar Waka Komisi VIII DPR RI, Iskan Qolba Lubis.
Salam, Irsyad Muchtar