2019-nCoV
Ini awal 2020 yang getir. Teror kematian merebak dari Negeri Panda. Khususnya dari Wuhan, yang kini jadi kota zombie. Orang-orang bertumbangan di jalanan. Pasien memenuhi lantai-lantai rumah sakit. Ratusan WNI terjebak. Imlek amsyong. Tak ada migrasi akbar dari kota ke perdesaan di Cina daratan. Salam rada ndeso: Gong Xi Fa Cai atau Kiong Hi Fa Cai (‘Selamat Semoga Kaya’) pun senyap.
Pemerintah mengisolasi 56 juta orang penduduk di 18 kota, menutup jaringan transportasi umum dan akses ke jalan raya. Per 1/2, virus Corona (nama teknisnya 2019-nCoV), tercatat 259 meninggal, 10.000an terjangkit—angka yang terus bertambah. Tenaga medis wanita di pusat wabah Wuhan tuding pemerintah dusta karena jumlah terinfeksi mencapai 100 ribu orang.
Tiga dokter terpapar, menyusul kematian seorang dokter (62 tahun). Hingga 27/1, virus telah menyebar ke belasan negara: Amerika Serikat, Prancis, Jepang, Australia, Israel, Malaysia, Nepal, Singapura, Hong Kong, Korsel, Korut, Mongolia, Taiwan, Thailand, Vietnam, Indonesia. Agak ‘logis’ jika kartunis Denmark, Niels Bo Bojesen, dalam harian The Jyllands-Posten, memodifikasi 5 bintang di bendera RRC dengan simbol 2019-nCoV. Simulasi versi John Hopkins Center for Health Security menunjukkan, jika virus Corona mencapai skala pandemi, 65 juta orang bisa mati dalam 18 bulan.
Sebelumnya, Bill Gates menyebut, “Simulasi animasi oleh Institute for Disease Modelling menunjukkan apa yang akan terjadi jika patogen udara yang sangat menular dan mematikan, seperti flu 1918, hampir 33 juta orang akan mati hanya dalam enam bulan.” Virus ini ditengarai berasal dari hewan liar yang dijual di Pasar Seafood Huanan, Wuhan. Benarkah dipersiapkan sebagai senjata biologis? Bukan kebetulan 87% sama dengan virus SARS Amerika, yang dibuat di laboratorium.
Wuhan adalah rumah bagi bio lake, pangkalan industri terbesar untuk bio-inovasi dan produksi obat eksperimental. Ada 500 pabrik perusahaan biofarmasi dengan 8 pabrik berukuran besar. Sebelum meneror Cina, virus Corona telah menghampiri Arab Saudi. Masalah ini ditanggulangi Ali Mohamed Zaki, PhD (virologist) dari RS Dr Soliman Fakeeh, Jeddah.
Virus temuannya dirilis di jurnal terkemuka, The New England Journal of Medicine, Oktober 2012, bersama beberapa virologist dari Belanda. Virus itu dinamai HCoV EMC, yang berkerabat dekat dengan coronavirus yang ditemukan pada kelelawar (bat coronavirus, yaitu BatCoV-HKU5 dan BatCoV-HKU4).
Apa reaksi nyata internasional? AirAsia membatalkan semua penerbangan ke Wuhan. Filipina ‘halau’ balik 500 pelancong Cina dari Wuhan. Langkah serupa diikuti beberapa negara. Baik travel warning maupun restrict travel. Ajaibnya, 150 turis Cina disambut tari pasambahan di Bandara Minangkabau, Sumbar (26/1). Pasca Xi Jinping minta Muslim berdoa, dan WHO ajak dunia isolasi Cina, (mungkin) diam-diam mengental kesibukan melacak keberadaan Dr. Ali Zaki.
Salam, Irsyad Muchtar