Old Desease
Tatanan masyarakat dunia berubah. Pemicunya pandemi Covid-19. Perubahan ini berdampak luas di banyak sektor. Setelah fatwa stay at home yang menguras kesabaran, sejumlah negara mulai melonggarakan kebijakan terkait mobilitas warganya. Pada sisi lain, virus SARS-CoV-2 secara spartan menebar ancaman. Di Nusantara, kebijakan PSBB makin musykil dilanjutkan, demi survival perekonomian.
Ujub-ujub, Indonesia akan memasuki tatanan new normal (NN), kata Presiden, “NN adalah kondisi dimana masyarakat harus berdamai dan hidup berdampingan dengan virus karena Covid-19 tak akan hilang”. Tanpa eksplisit menyebut rujukannya, statemen itu realistis. Pasalnya, beberapa ahli dan pakar kesehatan dunia telah memastikan, kemungkinan paling cepat penemuan vaksin adalah tahun 2021.
NN adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal dengan menerapkan protokol kesehatan. Intinya, selalu gunakan masker, sering cuci tangan, tetap jaga jarak 1 meter, konsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C. Secara khusus, pria (>60 tahun) lebih rentan tertular ketimbang wanita, apalagi yang ‘membawa’ penyakit penyerta.
NN ditujukan agar negara tetap mampu menjalankan fungsi-fungsinya sesuai konstitusi. Tanpa mengintrodusir NN, dampak sosial ekonominya tidak akan tertahankan. Kebangkrutan korporasi akan diikuti kolapsnya ekonomi nasional yang mengaktifkan efek domino dengan muara tunggal: kebangkrutan negara. Dua tetangga kita, Malaysia dan Singapura, terancam resesi gegara pandemi virus corona, sehingga aktivitas ekonomi mati suri. Bagi Indonesia? Sepertinya ‘hilal’ resesi masih sangat samar-samar, nyaris belum terlihat.
Dengan kedisiplinan tinggi, kenaikan penderita Covid-19 pascapelonggaran pembatasan sosial di Korsel melahirkan masalah new. Dua kluster baru muncul di ibu kota Seoul. Per Sabtu (30/5), Korsel mencatat 39 kasus baru, hingga mereka benar-benar waspada.
Epidemiolog dari FKM Universitas Hasanuddin, Prof. Ridwan Amiruddin Ph.D, yang juga Ketua Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) mengingatkan, pertimbangan yang matang dan kesiapan yang baik sebelum negara memberlakukan konsep kenormalan baru. WHO mematok enam kriteria yang perlu dipenuhi oleh suatu negara sebelum melonggarkan pembatasan dan memasuki era NN.
Tiga di antaranya, yang pertama, negara harus memiliki bukti bahwa penularan Covid-19 di wilayahnya telah bisa dikendalikan. Acuannya angka reproduksi (Ro). Situasi bisa dikatakan terkendali bila angka Ro di bawah 1. Menurut Ridwan, Ro di Indonesia saat ini di kisaran 2,2—3,58. Kedua, sistem kesehatan yang ada sudah mampu melakukan identifikasi, isolasi, pengujian, pelacakan kontak, hingga melakukan karantina orang yang terinfeksi. Kriteria penting lainnya: masyarakat harus diberi kesempatan memberi masukan, berpendapat dan dilibatkan dalam proses masa transisi menuju NN.
Lalu, apa masih mau mengulang celetukan stupid ‘nasi kucing’, main tik tok semi-idiot, ngigau nol kasus, sembari mengabaikan opini profesional kalangan ahli seperti di masa-masa awal pandemi?
Salam,
Irsyad Muchtar