Triple K
Dua krisis telah berlalu. Yang ketiga sedang berlangsung. Krisis 1998 dan 2008 menghantam pebisnis pelaku ekonomi papan atas. Krisis terkini, 2020, melanyau semuanya. Baik yang elite maupun yang proletar. Terkhusus bagi pelaku UMKM. Total jenderal, ada triple krisis alias hattrick dalam dua dekade.
Krisis 1998 dipicu oleh gangguan di pasar keuangan. Diawali megap-megaknya beberapa negara Asia, yang menyeret kejatuhan nilai tukar. Rupiah terjun bebas sangat cepat. Soalnya, selain ekonomi, politik di dalam negeri pas lagi runyam. Amblasnya nilai tukar rupiah >200% diperparah oleh jatuh temponya utang luar negeri perusahaan swasta ukuran jumbo. Akibatnya, likuiditas perbankan ludas. Rush di berbagai bank mengawali ambrolnya perbankan nasional.
Bersamaan dengan itu, di berbagai kota terjadi kelangkaan bahan pokok, terutama beras. Masyarakat yang panik lalu memborong bahan pokok di berbagai supermarket. Jadi, yang terjadi pada kesempatan ini adalah tiga krisis sekaligus, yaitu krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis kepercayaan. Soeharto tidak punya pilihan selain menandatangani Letter of Intent dengan IMF dan kebijakan bail out puluhan bank yang bangkrut; di antaranya gelontoran dana segar Rp670 triliun melalui skema BLBI.
Krisis keuangan 2008 murni krisis ekonomi. Pemicunya kenaikan harga minyak dunia dan penurunan nilai tukar beberapa negara Asia secara mendadak dan bersamaan. Nilai tukar dan harga saham terjun bebas berbarengan. Harga komoditas dunia rontok. Dampaknya lebih menyasar ke sektor keuangan dan korporasi. Beban APBN menjadi sangat berat. Sebab, subsidi BBM dan listrik yang sekitar Rp500 triliun itu hampir sepertiga APBN.
Krisis 2020 disebabkan oleh berbagai dimensi yang terjadi di tataran global. Antaranya karena pandemi Covid-19. Indonesia terpukul karena permintaan Cina menurun. Ekspor utama Indonesia ke Cina adalah batu bara dan kelapa sawit. Krisis 2020 berakar dari makin beratnya beban fiskal, lantaran defisit sejak 2014. Tiga defisit terjadi sekaligus, yaitu defisit fiskal, defisit neraca perdagangan, dan defisit transaksi berjalan. Dampaknya, beban utang pemerintah dan BUMN makin bengkak.
Pada krisis 1998 dan 2008, yang terhantam adalah korporasi besar. Pada krisis 1998, UMKM bahkan jadi hero, penyelamat perekonomian nasional. Krisis 2020 mempecundangi UMKM dengan telak. Jumlahnya 62.922.617 unit usaha (data Kemenkop-UKM 2019). Mereka inilah 99,9% jumlah unit usaha di Tanah Air. Porsi terbesar adalah usaha mikro, yakni pemilik kekayaan bersih Rp50 juta atau hasil penjualan tahunan maksimal Rp300 juta; lalu usaha kecil (Rp50-Rp500 juta); dan usaha menengah (Rp500 juta-Rp1 miliar).
Krisis 2020 menjadi sedemikian kompleks karena menyangkut masalah kemanusiaan. Kebijakan untuk itu, selain harus cepat, juga mesti tepat dan efektif. Sebagai bangsa petarung, kita niscaya mampu keluar dari situasi rumit begini. Dengan selamat. Insyaa Allah.
Salam,
Irsyad Muchtar