Oligarch
Oligarch itu spesies serakah. Jumlahnya segelintir. Tapi berkuasa berkat uangnya. Utilitas uang yang lentur dan serbaguna berkolaborasi dengan barang dan jasa politik yang ada harga dan ongkosnya. Uang punya status khusus sebagai sumber daya kekuasaan politik. Ia berkapasitas untuk mengarahkan atau mendistorsikan politik. Kapasitas tersebut dapat dipakai pada sistem demokrasi ataupun pada sistem diktator militer ala Orde Baru.
Para oligarch merupakan aktor-aktor yang mengontrol konsentrasi kekayaan pribadi secara masif dengan dua tujuan yang berhubungan langsung dengan politik. Di satu sisi mereka ingin mengamanan dan melindungi kekayaannya dari redistribusi. Di sisi lain mereka ingin mempengarui kekuasaan supaya dekat dan menghindari kesulitan dalam menjalankan bisnisnya tanpa gangguan.
Sebagai sumberdaya kekuasaan, uang bisa digunakan untuk menghilangkan halangan. Versi celetukan Adam Malik yang kemudian masyhur, “Semua bisa diatur”. Kekayaan para oligarch tidak selalu digunakan untuk kekuasaan. Tapi pasti, mereka berkepentingan menafikan redistribusi, perubahan konstelasi yang akan mengusik nyamannya kelimpahruahan selama ini.
Redistribusi bisa terjadi lewat sistem pajak. Di mata oligarch, ujar Jeffrey Winters, ini pemindahan uang dari saku mereka ke saku orang lain. Oke di situ ada peran negara. Naasnya, kebanyakan oligarch melihat pemerintah sebagai institusi yang tidak efektif dan sangat korup. Mereka melawan, termasuk menyembunyikan kekayaannya di luar negeri. Ada banyak negara kecil yang hanya mengemban satu fungsi sebagai lokasi rahasia, safe box kekayaan para oligarch.
Puak oligarch memandang korupsi sebagai redistribusi di antara kelompok elite di atas. Istilahnya sistem bagi-bagi, dan ini penting untuk membuat hubungan di antara elite berjalan dengan baik, lancar dan damai. Konsep bagi-bagi ini sederhana: “loe lagi dapat banyak rezeki, bagi dong; anda sangat kaya, bagi dong.” Model ini mungkin baik jika uang berpindah dari yang superkaya kepada yang supermiskin. Kenyataannya, redistribusi terjadi dari yang superkaya kepada yang superpowerful. Tentu tidak semua pemegang kekuasaan dan oligarch ikut main dalam sistem bagi-bagi ini.
Tujuan kedua, mempengaruhi sistem ekonomi politik pada umum-nya. Tujuan ini lebih makro. Di sini juga muncul korupsi yang jarang bisa dikriminalkan. Para oligarch bisa menguasai dan membiayai parpol, media massa, think tank, ormas, lembaga keagamaan. Dunia politik adalah wilayah yang sangat bahaya dan penuh risiko untuk oligarch. Mereka bantu yang pro dan bantu sedikit kompetitornya. Politik tidak bisa jalan tanpa uang. Karenanya, transparansi sangat penting untuk demokrasi yang sehat.
Indonesia, kata Jeffrey Winters, adalah negara demokratis tetapi sekaligus negara oligarkis. Kedua sistem ini berjalan bersamaan. Pengalaman di Indonesia dan Amerika menunjukkan, oligarch berperan besar menentukan siapa yang akan dipilih, yang didukung oligarch. Rakyat baru masuk setelah figur menjadi sedikit.
Salam, Irsyad Muchtar