Wayout?
Setahun pandemi Covid-19 memangsa korban kembar: kesehatan dan ekonomi. Dua-duanya (dihajatkan) hendak dimenangkan. Tampak indah dan mudah di atas kertas. Di alam nyata musykil adanya. Boro-boro salah satunya selamat. Ekonomi kolaps. Kurva kinerja kesehatan tak kunjung melandai. Dan makin mencekam dengan teror varian baru Covid B117 asal Inggris.
Pada Q II tahun 2020 pertumbuhan PDB terkontraksi 5,32% (yoy). Masih berlanjut ke Q III dengan angka minus 3,49% (yoy). Penerapan PSBB berakibat hilangnya pendapatan masyarakat, terutama sektor UMKM, sebesar 2,3%-2,6% PDB; di samping menambah 2,77 juta pengangguran Agustus 2020, menjadi 9,7 juta. Selain itu, Mandiri Institute sebut angka kemiskinan bertambah 1,89 hingga 4,86 juta orang.
Diperlulan ikhtiar lebih agresif dalam memompa stimulus fiskal. Terutama yang dialokasikan untuk menjaga daya beli masyarakat. Dana PEN disiapkan Rp677,2 triliun atau 4,4% dari PDB Indonesia. Sebanyak Rp203,9 triliun dianggarkan untuk memberi bansos bagi rumah tangga melalui berbagai program. Nominal Rp203,9 triliun tersebut masih terlalu kecil untuk kue ekonomi Indonesia yang 56%-nya ditopang konsumsi rumah tangga. Itu hanya 30,1% dibanding dana PEN. Atau 2,27% dibanding PDB dari konsumsi rumah tangga masyarakat RI. Atau 1,3% dibanding total PDB nasional.
Stimulus untuk gakin dan yang rentan miskin memang dialokasikan. Tapi besaran dan skema bansos tersebut belum mencakup seluruh masyarakat miskin dan rentan miskin. Kalkulasi Mandiri Institute, per Juli lalu, masih ada 12 juta rumah tangga yang belum tersentuh. Realisasi penyaluran anggaran bansos saat itu baru 28,6%, yang mulai agresif setelah menuai kritik.
Sampai dengan September, dengan 91% bansos tersalurkan, belum kunjung mampu mendongkrak konsumsi masyarakat. Indikatornya, pos konsumsi rumah tangga masih terkontraksi 4,04% (yoy) pada Q III. Hanya membaik 148 basis poin (bps) dari kontraksi di Q II yang minus 5,52% (yoy).
Ikut prihatin, mantan Presiden, SBY, menyarankan tiga hal. Pertama, mencegah penurunan GDP/PDB secara signifikan sebagai bagian strategi stabilisasi ekonomi; Kedua, menyelamatkan sektor konsumsi. Ketiga, bantulah rakyat yang sedang susah. Mereka yang kehilangan pekerjaan, terutama golongan miskin.
Ekonom Mohammad Faisal dan Ahmad Tauhid, dari CORE Indonesia dan INDEF, menyebut pentingnya menjaga ketahanan dunia usaha; serius menanggulangi pandemi corona di dalam negeri; tetap memompa ekspor dan investasi; terus menciptakan lapangan kerja dan konsumsi kelas menengah atas; segera merealisasikan pembangunan yang berkelanjutan; dan menggandeng para Pemda agar bisa menelurkan kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi.
Secara normatif, tak ada yang baru dalam butir-butir saran tersebut. Mau diafirmasi atau tidak, itu fatsal yang lain. Fitrah saran profesional terlahir dari niat baik, untuk tujuan baik, dan demi kebajikan mayoritas anak negeri ini.
Salam,
Irsyad Muchtar