Berkah
Pasca krisis 1998 bermunculan motivator. Maksudnya mungkin baik: menumbuhkan semangat berwirausaha. Menggunakan materi sebagai motivasi untuk berjuang. Mereka cuma nggak sadar bahwa mereka sudah menularkan materislisme. Bahwa orang sukses seolah harus kaya, berpenghasilan miliaran, punya mobil Eropa, rumah mewah, dan kepemilikan lainnya. Motivator biasanya menyertakan kalimat mujarab-provokatif, “Kalau saya bisa, anda juga bisa!
”Para penjaja yang asisten motivator dibekali dengan kiat standar. Kalimatnya template: “Kamu pengen kaya nggak? Punya mobil BMW nggak? Pengen traveling ke Amrik dan Eropa, dong? Pengen naik haji, dong? Gini aja deh, bro. Aku mau nawarin peluang bisnis. Ini pasti cocok buat kamu.. Saya tahu. bla bla bla. Ntar malem dateng deh, kita ngobrol, oke?”
Tentu saja mereka bukan menawarkan bisnis narkoba. Atau semacam future trading yang deskripsinya kudu sedemikian mbulet. Tapi bisnis yang mengagungkan jejaring, dengan intro produk sekelebatan. Apa itu? MLM, multi level marketing, yang kala itu mewabah, dengan prinsipal termasyhur: Xway. Buku wajibnya Business School karya Robert T Kiyosaki. Kalimat sakti jika buku itu diperas, “Ini bisnis untuk orang yang suka membantu orang lain.”
Seorang Jaya Setiabudi (48), Founder/CEO yukbisnis.com, sempat terjun ke dunia itu. Di lapangan, dia temukan ketidakberesan yang serius. “Apa iya bisnis ini untuk membantu orang lain? Mulut saya bisa berbohong, tapi hati saya tidak. Apa iya saat saya prospek seseorang saya mikirin membantu orang lain? Atau di otakmu mikirin cek dolar dan melihat sosok sapi perah passive income-mu di masa mendatang?”
Jaya pamit dengan upline dan downline dengan mengatakan, “Aku selama ini bohong. Tiap ketemu orang yang akan kuprospek, otak kotorku melihat dia seperti ‘mesin uang’ yang akan membuatku bebas finansial. Aku gak tulus membantumu dan yang lainnya.” Kesimpulan ini sejalan dengan pesan ayahnya: Kalau kamu nanti kerja, jangan kerja untuk cari duit, tapi bangun tiga hal: keterampilan/ skill, nama baik atau integritas/ integrity, dan jaringan/networking.
Merangkak dari bawah (lagi), setelah hijrah secara total, dia pun menemukan (dan menggamit) makna berkah. Formulanya seperti disampaikan Ustad gaul-milenial Adiwarman Azwar Karim. Yaitu jujur dan cerdas dalam berbisnis, Insyaa Allah berkah. Rezeki mah udah dari sono-nya, udah ditakar dan gak bakal ketuker, that your choise untuk nyarinya dengan cara yang halal atau cara yang haram; dapetnya segitu-gitu juga. Tugas kita adalah mencari dan menebar keberkahannya bermanfaat bagi kita, bermanfaat bagi orang lain.
Nyari rezeki itu sejatinya nyari keberkahannya. Dia berdimensi ukhrawi. Pernah kan anda dapat duit sekianjuta lalu gak ngerti ke mana lenyapnya. Istilahnya ‘uang haram dimakan setan’. Rezeki tanpa keberkahan niscaya tanpa kelezatan lahir batin dalam memanfaatkannya.
Salam,
Irsyad Muchtar