Belasting
Sekira draf UU dari Kemenkeu tak bocor/dibocorkan, DPR mungkin sudah ketok palu. Layak diduga, ‘pengesahannya’ tengah malam buta. Yang bakal dipajaki (PPN) mulai dari ibu melahirkan, pendidikan, hingga sembako: daging, telur, susu, beras dan gabah, jagung, kedelai, gula konsumsi, garam konsumsi, sayur-sayuran, umbi-umbian, bumbu-bumbuan. Nominalnya 12%.
Untuk nutupi guilty feeling, buru-buru diajukan aneka dalih: bahwa itu baru rencana, dimaksudkan untuk persiapan pascapandemi, yang akan dipajaki ‘sembako premium’, dan sekolah komersial. Pada sisi lain, Menkeu memperpanjang pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil 1.500 cc ke bawah. Semula ditetapkan Maret-April, bergeser ke akhir Agustus 2021.
Menaikkan PPn adalah cara potong kompas untuk nombokin kekurangan pendapatan negara. Padahal, menaikkan PPn dan menurunkan PPh tidak sejalan dengan prinsip distribusi pendapatan. Tapi dari mana lagi negara mendapat uang? Akan lebih cerdas jika memelototi sumber daya alam. Khususnya pajak terhadap yang berunsur merusak lingkungan. Termasuk perkebunan, seperti sawit, batu bara.
Penentuan besar-kecilnya pajak terutang tak boleh asal-asalan. Demi keadilan, ia harus didasarkan pada asas “kemampuan membayar” (the ability to pay) dari pembayar pajak di negeri yang maunya demokratis, Pancasilais, serta perlu dibahas secara berkala di parlemen. Jangankan pajak sembako, bagi Daoed Joesoef, memberlakukan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang by its very nature begitu liberal, anti-Pancasila.
Logis jika kebijakan blunder ini dibaca sebagai salah satu dari dua cara untuk melumpuhkan suatu negara-bangsa. Pertama, dengan melibatkannya dalam peperangan dan/atau konflik berkepanjangan (aneka disguised proxy wars). Kedua, bila pendidikan anak-anak bangsa diabaikan. “Kedua aksi tersebut sedang terjadi di lingkungan NKRI. Dalam hal ini, tugas pemerintah bukan memerintah, melainkan menjadi sekaligus pelayan (servant) dan pembimbing (tutor) bagi rakyat,” tulis Alumnus Universite Pluridisciplinaires Pantheon-Sorbonne itu, 7 bulan jelang wafat.
Setback kita teramat jauh ke masa Kerajaan Mataram, Kediri, Majapahit; dimana upeti perorangan atau kelompok orang (berupa hasil bumi dan pemajakan barang perdagangan) diberikan kepada raja/penguasa sebagai bentuk penghormatan dan tunduk patuh. Di masa kolonial, belasting diterapkan dengan mengabaikan keadilan, keamanan, dan hak asasi manusia Indonesia. Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels menarik pajak dari pintu gerbang dan pajak penjualan barang di pasar (bazarregten), termasuk pungutan pajak terhadap rumah jadi.
Ilusi tegaknya sistem welfare state jauh panggang dari api dengan kebijakan negara yang lebay membebani rakyatnya justru di tengah implikasi pahit pandemi yang mencekik. Kata Ibnu Khaldun, “Di antara tanda sebuah negara akan hancur akan terlihat dari semakin besar dan beraneka ragam pajak yang dipungut dari rakyat.” Kutipan itu jadi makin nendang karena dishare via Twitter Natalius Pigai, aktivis HAM asal Papua.
Salam,
Irsyad Muchtar
Sampul
Beranda
Tajuk: Belasting
Surat Pembaca
Klik
Kronika: Program Food Estate Perlu Evaluasi Total
Pat Gulipat Dana Desa Menguap Tanpa Hasil
Kemenkeu Lacak Duduk Soal 97.000 PNS ‘Hantu’
Nasional: Tempe UKM Makin Diterima Pasar Negeri Sakura
Ekspor 18 Kontainer Kopi Arabica Gayo ke AS dan Eropa
Cover story: Tokoh koperasi bicara
Andy Arslan Djunaid, Spin Off Layanan Syariah
Surjani Slamet, Bukan Seperti Roro Jonggrang
Iwan Setiawan, Bersiap Rebound
Kamaruddin Batubara, Dukung Spin Off Koperasi
Yakobus Jano, Kinerja Ekspansi Sektor Produksi
Eva Marliyanti, Sang Dirigen
Tumbur Naibaho, Dari KMM untuk Samosir
L. Frediyanto Moat Lering, Kolaborasi Menuju Koperasi Modern
Dr. Sri Untari Bisowarno, M.AP, Kaji Spin Off dan Digitalisasi
Anim Imamuddin, Tetap Bertaji Kala Pandemi
Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah: UMKM Naik Kelas dengan Doit BMI
Dimudahkan Layanan Aplikasi
Prioritaskan Pembinaan dan Pendampingan Anggota
Koperasi Simpan Pinjam: KMM Cabang 159 dan 160 Resmi Beroperasi
12 Tahun KMM Melayani Negeri
RAT ke XVI Jadi Kebangkitan Kembali KSP Sejahtera Bersama
Koperasi Karyawan: Ketua Pengurus KOAPGI, Rimond Barkah Sukandi, “Kami Tetap Optimis”
Koperasi Kredit: Puskopdit Swadaya Utama, Matahari Gerakan Koperasi di NTT
Koperasi Produsen: Di Tengah Pandemi pun, KBQ Baburrayyan Tetap Ekspor Kopi Gayo
Hukum: Bagaimana Mempraktikan Spin Off Koperasi
Wawasan: Kurban dan Koperasi Syariah
Mancanegara: Mengintip Koperasi Tentara di Mancanegara
Destinasi: Panorama Ranah Maninjau dengan Episentrum Danau
Komunitas: Pemain Ke-12, Penggembira di Garis (yang) Nyaris Offside
Amuk Sepak Menyepak Dengan dan Tanpa Bola
Profil: Gabriel Pito Sorowutun, Martabat Berkoperasi
Bambang Wijanarko, Genjot Produktivitas
Radius Usman, Peduli Rakyat Jelata
Kendala Korporasi: Giant Terpiuh Perubahan Dinamika Pasar
Saat-saat Terakhir 13 Gerai Matahari
Golden Truly Putar Haluan ke Layanan Daring
Gramedia Taman Anggrek, Pamit Setelah 15 Tahun
Wahana Wirausaha: Memotivasi Diri dan Memulai Bisnis Sendiri
Mempertahankan Bisnis di Tengah Tekanan
Kota kita: Paceklik Pasokan Hasil Tambang Intan Martapura
Sosok: Taufik Hidayat Bisnis Untung, Koperasi Maju, Anggota Sejatera,Kami Yang Bekerja Mendapatkan Keberkahan
Yohanes Vianci Betu, Sosok Dibalik Kesuksesan Cabang Soe
Sondang Lucia Sinurat, Nyaman di Lapangan
Perspektif: KOLKHOZ