Copas+
Mitra perdagangan Tiongkok terbesar adalah ASEAN. Bukan Eropa. Bukan Amerika. Artinya? Tiongkok mendapat keuntungan dari sini. Mereka akan berdagang jika untung. Tidak ada yang namanya friendship sesama negara. Tujuan akhir tetap saja menegakkan nation interest masing-masing. “Jika pejabatnya mengerti bernegara, bukan kepentingan personal interest dan kepentingan jabatan yang didahulukan. Rakyatlah yang yang didahulukan, baru kalau ada implikasi cuan buat dirinya walau sebenarnya itu pun tidak etis,” ujar Mardigu Wowiek Simak komparasi ini. Amerika membangun pesawat F35 dengan biaya US$1,7 triliun, sekitar 10 kali APBN Indonesia. Tiongkok dengan nilai US$1,7 triliun juga mikirnya beda. Mereka mengikat 70 negara dengan OBOR, One Belt One Road. Pesawat Amerika itu tak pernah terbang, sedangkan Cina menggunakan uangnya agar merekapunya aset di negara lain. Mereka memikat dengan ‘terlihat’ membantu ekonomi sebuah negara.
Tiongkok punya US$1,7 triliun itu dari mana? Inilah yang akan kita lakukan. Apa? “Printing money berbasis proyek, termasuk proyek di negara lain yang akan kita kuasai. Dialog mengenai printing money memang menimbulkan kontroversi, tapi tetap harus diperjuangkan terutama melawan old mind dan buzzeRp.” Ide printing money gak sedungu itu identik dengan hiperinflasi kayak Venezuela. Semua ada dalilnya, ada bukti yang telah dilakukan dan teruji dengan baik. Sebelum PD II, ekonom terkenal Prof JMK menjadi cost accounting atas biaya perang yang menjadi dasar FED mencetak uang. Sebelumnya, dia penghitung projek relief yang lain yang membuat Amerika keluar dari Great Depression.
Dia juga menghitung infrastruktur dinamis membangun industri permesinan, yaitu kendaraan bermotor, pembangkit listrik dan alat kebutuhan rumah tangga. Dari mana dananya? Cetak uang dari proyek yang bernama New Deal. Program ini memiliki moto 3R, relief, recovery, reform. Fokus program ini adalah untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan, pemulihan ekonomi ke level wajar dan pengaturan ulang sistem ekonomi agar depresi tidak terulang. Selain konsep MMT (Modern Monetary Economy) dalam membangun Indonesia, yang tidak diterima para menteri yang pro-IMF dan pro-OBOR, mungkin baru bisa dijalankan setelah mereka off. Terlambatnya Indonesia untuk tidak miring ke Tiongkok sungguh memubazirkan waktu 3 tahun ke depan.
Ada baiknya, usul Mardigu, kita copas program Green New Deal ala Amerika. Kita akan printing money untuk membangun seperti Amerika tahun 33-36, seperti Tiongkok tahun 1989-2009. Apa konsepnya? MMT yang new mind bawa adalah Sovereign Wealth Fund , printing money, plus Green MMT. Ini pasti dilawan keras oleh Globalis yang tidak prolife. Mereka pendukung nuklir uranium, fosil oil, batubara, covid-19 yang meluas dan merusak lingkungan lainnya termasuk perang seperti yang terjadi di Timur Tengah saat ini.
Salam,
Irsyad Muchtar