Kinerja
Untuk memastikan ekonomi berkelanjutan, perlu memastikan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang krusial itu berjalan efektif dan efisien. “Program PEN inilah instrumen utama pemerintah untuk menjaga konsumsi rumah tangga dan keberlangsungan aktivitas usaha,” ujar Ekonom Narasi Institute, Fadhil Hasan.
Fadhil menengarai lima tantangan ekonomi tahun 2021, “yang harus disikapi oleh Indonesia dengan mengambil langkah yang tepat, cepat dan akurat.” Pertama: permintaan dunia usaha yang masih lesu, belum tumbuh kuat meski sudah ada intervensi.
Kedua: terkait kecepatan waktu pemulihan dibanding negara lain. Ekonomi di Tiongkok melesat, tumbuh 18,3%. Begitu pun ekonomi AS Q 1-2021 tumbuh 6,4% (yoy). PDB AS Q I-2021 mencapai US$19,1 triliun. Ekonomi Tiongkok dan AS pulih lebih cepat. Hal ini baik bagi Indonesia dari sisi ekspor, karena kedua negara adidaya ini merupakan mitra dagang utama. Di sisi lain, ada potensi Bank Central AS dan Tiongkok akan lebih cepat meningkatkan suku bunga.
Ketiga: pengelolaan utang. Jumlah utang pemerintah Rp6.445,07 triliun per Maret 2021 atau setara 41,64% dari PDB. Rasio utang tersebut telah melewati limit 30% dari PDB yang selama ini coba dijaga pemerintah, tapi belum menjebol batas UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, yaitu 60% dari PDB.
Keempat: penerimaan pajak yang terus turun. Hanya Rp228,1 triliun pada Maret 2021. Jumlahnya turun 5,6% dari Maret 2020 yang Rp241,6 triliun. Adapun penerimaan dari beberapa jenis pajak tercatat minus. Kelima, terdapat ancaman gelombang ketiga Covid-19 dan ancaman tsunami pandemi di Indonesia pascatsunami Covid-19 di India dan negara-negara lainnya.
Opini di atas dirilis 30 April. Praktis tersisa 3 bulan untuk menakar kinerja ekonomi pemerintah: seberapa tepat, cepat dan akurat kemampuan menjawab lima gugus persoalan yang diingatkan Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia itu lima bulan lalu? Seperti biasa, statistik parsial pertumbuhan ekonomi Q II 7,07% itu di-blow up para juru sorak rezim sebagai aspirin penyembuh komplikasi lima penyakit nasional.
Harap diingat, angka 7,07% tersebut yaitu bila dibandingkan secara tahunan (year on year). Jangan lupa, pada periode itu setahun lalu, pertumbuhan ekonomi terkontraksi sangat dalam yakni minus 5,32%. Yang ramai diberitakan, kata Rizal Ramli, adalah pertumbuhan ekonomi 7,07%.
Sejatinya, jika dilihat pertumbuhan ekonomi Q I 2021 dibanding Q II 2021, GDP cuma tumbuh 3,3%. Senada dengan Rizal, Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, mengingatkan angka 7,07% perlu dilihat dalam konteks menyeluruh. “Mesti dicermati dengan hati-hati, karena ini angka statistik. Kalau tumbuhnya 7,1%, tapi tahun lalu kita minus 5,3%; secara riil ekonomi kita itu dibandingkan sebelum Covid-19 (secara agregat) hanya tumbuh sekitar 2%,” ujar Sambijantoro.
Salam,
Irsyad Muchtar