Kukus
Saya itu jadi mikir. “Jadi, tiap hari apakah ibu-ibu itu hanya menggoreng, sampai segitu rebutannya? Apa tidak ada acara lain untuk apa itu namanya merebus, lalu mengukus, atau seperti rujak?” Jleb! Quotation ‘cerdas’ itu spontan viral. Meme emak-emak di sosmed riuh. Nadanya ngenyek.
Pasalnya, yang ngomong itu Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri. Profesor kehormatan dari Universitas Pertahanan pada bidang Ilmu Pertahanan Bidang Kepemimpinan Strategik Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Cak Nun benar. Jangan salahkan dia nggak ngerti. Dia tidak punya ilmu untuk memahami itu. Dia nggak sekolah. Dia nggak pernah jadi manusia biasa. Dia nggak pernah bergaul di kampung-kampung. Nggak pernah utang. Nggak pernah ngerti sedihnya nggak bayar uang sekolah. Sejak kecil dia anak presiden di istana. Gak ono ceritane presiden ngutang.
Awalnya Mendag M. Lutfi, punya kebijakan dua harga: Rp14.000 untuk kemasan premium dan Rp11.000 untuk kemasan sederhana dan curah. Pabrik minyak goreng dapat subsidi Rp3.000/liter. Dananya dari iuran kelapa sawit. Sampai Rp3,7 triliun selama 6 bulan pertama. Lalu, kata Dahlan Iskan, kemasan apa pun harganya dibuat sama, Rp14.000. Pabrik migor tetap disubsidi Rp3.000/liter tapi volumenya naik dua kali lipat. Yang premium pun disubsidi. Jumlahnya mencapai Rp7 triliun.
Koki bisa? Bukankah kita produsen minyak sawit nomor satu di dunia sejak 2006? Data Index Mundi mencatat, pada 2019, produksi 43,5 juta ton, pertumbuhan rata-rata 3,61% per tahun, didukung lahan perkebunan 16,381 juta hektare. Disusul Malaysia, (19,3 juta ton pada 2019); Thailand (3 juta ton/tahun); Kolombia (1,68 juta ton/tahun; Nigeria (produksi 2019 sekitar 1 juta ton).
Kenaikan harga migor belum akan mengganggu tingkat inflasi, kata Menko Perekonomian Airlangga Hartanto dengan enteng. “Inflasi kita di Februari sangat rendah, bahkan terjadi deflasi.” Yang terganggu baru ibu-ibu di dapur. Belum inflasi. Tentu pemerintah punya datanya bahkan big data.
Maka, migor dalam kemasan disilakan membentuk harganya sendiri. Kalau harganya melejit, toh belum membahayakan tingkat inflasi. Ketika mulai banyak keluhan: di mana minyak goreng curah bisa didapat, Menko Airlangga menjawabnya. “Itu hanya persoalan distribusinya.” Bukan kebijakan. Lagipula, lama-lama rakyat (akan) terbiasa.
Berdasarkan data Consentration Ratio yang dihimpun KPPU pada 2019, sekitar 40% pangsa pasar migor dikuasai empat perusahaan besar yang juga memiliki usaha perkebunan, pengolahan CPO, hingga beberapa produk turunan CPO seperti biodiesel, margarin, dan migor.
Dalam hal negara kalah dengan mafia, itu aib. “Jika negara dikuasai oleh oligarki, lantas bagaimana nasib anak bangsa?” kata Anggota Komisi III DPR RI, Aboebakar Al-Habsyi. Moga bukan mimpi buruk berkelanjutan.
Salam,
Irsyad Muchtar