Aman
Membayangkan uang Rp7.733,99 triliun bisa-bisa bikin kelenger. Itu 16 digit, dengan angka 7 di posisi terdepan. BPS mencatat, itulah jumlah utang pemerintah per 30 Desember 2022. Rinciannya, porsi Surat Berharga Negara (SBN) Rp6.846,89 triliun (88,53%), dan pinjaman Rp887,10 triliun (11,47%). Yang pinjaman, Rp19,67 triliun dari dalam negeri dan Rp867,43 triliun dari luar negeri. Adapun rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 39,57%.
Rasio utang tersebut, pada hemat Hasbil Mustaqim Lubis, mulai mencemaskan. “Beberapa indikator telah melampaui batasan/threshold pada GUID 5250 Guidance on Public Debt," tutur fungsionaris DPP Partai Demokrat itu. Indikator yang dimaksud adalah debt service to revenue yang nilainya 46,77%, yang naik konsisten sejaki 2012, lebih tinggi dari threshold Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 25%-35% dan threshold IDR sebesar 28%-63%.
Fatsal selanjutnya, interest to revenue yang mencapai 19,06%, lebih tinggi dari batasan IMF sebesar 7%-10% dan batasan IDR sebesar 4,6%-6,8%. Lalu, debt to revenue mencapai 368,99%, lebih tinggi dari batasan IMF sebesar 90%-150% dan batasan IDR sebesar 92%-167%.
Tren atas ketiga indikator kerentanan utang tersebut menggambarkan laju penambahan utang dan bunga utang tidak sebanding dengan laju penerimaan negara yang akan digunakan untuk pembayaran utang dan bunga utang. Hasbil menambahkan, jika pengelolaan hutang dan penerimaan negara tetap menggunakan kebijakan saat ini, maka kesinambungan fiskal berisiko terganggu di masa mendatang.
Kemenkeu tersengat. Ditegaskan bahwa rasio utang terhadap GDP pada Desember 2022 “masih dalam batas aman, wajar, dan terkendali.” Kata Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis, pihaknya mempelajari Laporan Hasil Reviu atas Kesinambungan Fiskal Tahun 2020 BKK yang dirujuk Hasbil. Ia tak lupa menyebut, pemerintah berkomitmen untuk terus mengelola utang dengan hati-hati.
Terkait indikator batas kerentanan fiskal, yang mengacu pada batasan yang direkomendasikan IMF dan IDR, batasan tersebut didasarkan pada pertimbangan indikator kerentanan dalam kondisi normal atau pra-pandemi Covid-19. “Mari gunakan data dan informasi terbaru agar lebih fair, obyektif, dan kontekstual. Jika mau debat langsung di satu forum, kami pun siap,” ujarnya.
Jadi, masih amankah rasio utang dengan jumlah Rp7.733,99 triliun itu untuk hadapi ancaman resesi global 2023? Kemenkeu berkali-kali bilang “aman, wajar, dan terkendali”. Tentu saja aman, selagi di kantong Semar mesem masih ada Rp11.000 triliun, bukan? Masalahnya, patokan kesehatan utang bukan hanya indikator rasio utang terhadap PDB. “Tapi beban bunga utang terhadap total belanja pemerintah yang terus naik, ujar Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira. Pada 2023, rasio tersebut mencapai 19,6 persen. Itu hampir seperempat belanja, yang habis untuk bayar kewajiban bunga utang.
Salam,
Irsyad Muchtar