Ngangon
Kabar baik jelang suksesi rezim: tingkat Kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf luar biasa. Survei PolMark Indonesia (Eep Saefulloh Fatah) di 32 provinsi, Agustus 2023, menyimpulkan: 73,4% Warga menyatakan puas dan sangat puas terhadap Presiden Jokowi. "Itu sangat tinggi, lebih dari 70%," kata Eep. Kurang jelas berapa responden yang digunakan.
Namun, 92,6% Warga bilang harga kebutuhan pokok makin tinggi dan tak terjangkau; 89,5% Warga banyak pejabat publik terlibat korupsi dan membuat kehidupan warga semakin sulit; 89,5% Warga ngaku kini sulit cari pekerjaan; 80,3% Warga sebut program kesehatan belum merata dan belum menjangkau masyarakat miskin; 76,6% Warga ngakui pembangunan insfrastruktur berkembang tapi belum merata sehingga belum memperbaiki kehidupan warga.
Bagaimana menjelaskan korelasi paradoksal antara tingkat kepuasan sebagai konklusi dan serentet galau sosiologis sebagai komponen elaboratifnya pada saat yang bersamaan? Dalam paradigma ngangon opini (Jw: angon ‘giring’, ‘arahkan’), itu sama saja dengan memakai dua galah—di belakang dan di depan barisan bebek. Yang satu perintah ke sawah, yang lainnya menuntun pulang kandang.
Jangankan untuk nalar absurd seperti di atas—meski publik cukup kenyang dicekoki cacat pikir model begini, sejak 2014— di era represif Soeharto, Moerdiono adalah birokrat intelek yang tegak lurus pada akal sehat. Ia rajin hadir di seminar-seminar independen. Ditanya ihwal survei, ia jawab, “Bahkan hasil survei Biro Pusat Statistik pun saya tak percaya”.
Celetukan Moer belakangan didukung banyak bukti. Umpama, pascahasil real count soal Pilkada DKI 2017, jadi nyata mana lembaga survei yang bekerja sesuai metodologi dan mana yang 'orderan'. Logis jika kartu merah diberikan peneliti UI kepada tiga lembaga survei. Yakni SMRC (Saiful Mujani Research Center), Indikator/Burhanuddin Muhtadi, dan juaranya Charta Politika/Yunarto Wijaya. Meski tak kena kartu, survei LSI Denny JA unjuk kemelencengan >22 persen. Jika angka ±3% lazim disebut margin of error, meleset >22% harus dikatakan nightmare or error.
Itu sebabnya Youtuber Refly Harun dengan tagline podcast “jumpa lagi di channel keren-cadas” itu konsisten untuk tak terjebak jadi jajak pendapat ngasal alias kaleng-kaleng. Ia teguh pada komitmen dan hanya mau mengumumkan hasil jika peserta pollingnya melampaui 100.000 responden.
Adalah Prof. Ronnie Higuchi Rusli, pakar IT, statistik dan guru besar UI, yang diminta Bawaslu sebagai ahli kesahihan Quick Count tahun 2019 lalu. Lembaga-lembaga survei (‘sure pay’ atau ‘suRpay’) juga diundang (buang contekan referensi, cukup membawa spidol dan kertas) tapi tak datang. Rumus-rumusnya genuine dan bikin KPU tak mampu bertanya. Walhasil, dia rekomendasikan lima hal: lembaga-lembaga survei harus buka sumber pendanaannya, perhitungan samplingnya, person yang dijadikan sampling, metode perhitungan, dan post audit penggunaan dana.
Salam,
Irsyad Muchtar