Utang Tersembunyi
Lewat proyek Belt and Road Initiative Presiden Xi Jinping, Indonesia punya utang tersembunyi (hidden debt) dari Cina US$17,28 M atau Rp245,37 T (kurs Rp14.200). Hal itu dipaparkan lembaga riset AidData bertajuk 'Banking on the Belt and Road: Insight from a new global dataset of 13.427 Chinese development projects.' Laporan 2021 tersebut membahas 13.427 proyek di 165 negara dengan nilai US$843 M.
Utang tersembunyi adalah utang yang diberikan kepada negara berkembang yang bukan lewat pemerintah; melainkan lewat berbagai perusahaan negara/BUMN, bank milik negara, special purpose vehicle (SPV), perusahaan patungan dan sektor swasta. Jumlah US$17,28 M tersebut setara dengan 1,6% terhadap PDB. Selain utang tersembunyi, Indonesia dalam periode 2000—2017 juga beroleh pinjaman US$4,42 M atau Rp62,76 T lewat skema official development assistance (ODA) dan US$29,96 M atau Rp425,43 T lewat skema other official flows (OOF).
Proyek pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, kereta api, hingga darat menjadi alasan utang-utang itu terjadi, yang jumlahnya sudah di luar kemampuan. Cina adalah kreditur tunggal terbesar di dunia yang telah menggelontorkan US$170 miliar (Rp 2.550 triliun) pada akhir 2020 ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Jumlah riilnya diduga jauh lebih besar dari itu.
Menurut AidData, kini lebih dari 40 negara berpenghasilan rendah dan menengah yang eksposur utangnya kepada Cina lebih dari 10% dari ukuran PDB mereka akibat "utang tersembunyi" ini. Djibouti 39% (dari PDB); Angola 41%; Maldives 38%; Laos 30%; Kongo 29%.
Sepanjang kurun waktu 32 tahun, total utang pemerintahan Orde Baru Rp1.500 T atau Rp47 T/tahun. Di era 3,5 tahun Megawati, total utang Rp12 T atau Rp4 T/tahun. "Empat tahun terakhir per tahunnya bertambah Rp100 T," kata Ichsanuddin Noorsy. Dengan fluktuasi beban ULN 34,08%, katanya lebih lanjut, Bank Dunia menempatkan ULN Indonesia dalam level bahaya.
Apa jadinya bila negara-negara ini gagal bayar atas jebakan utang Cina? Fakta menunjukkan: Sri Lanka kehilangan pelabuhan dan bandara yang pembangunannya dibiayai Cina US$1,5 M pada 2010. Pada 2017, Sri Lanka harus menandatangani kontrak untuk melayani perusahaan milik negara Cina selama 99 tahun. Utangnya US$8 M, setara 94% dari PDB negeri itu.
Untuk perang domestik, Zimbabwe harus minjam US$4 juta atau Rp54,8 M (kurs Rp13.700). Seperti Zimbabwe dan Angola, Nigeria membangun proyek infrastrukturnya lewat utang, buntutnya mereka pun gagal bayar. Uganda ngutang US$207 juta untuk memperluas Bandara Internasional Entebbe. Lantaran pembayaran tersendat, aset tersebut (kabarnya) kini diambil alih Cina.
Di sini, nasib proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang FS dan FE-nya ngasal itu wallahu’alam. Apa bisa BEP dalam 139 tahun seperti dikalkulasi Faisal Basri?
Salam,
Irsyad Muchtar