Menanti Smelter di Era Jokowi
Seorang teman di lingkup Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) bercerita bahwa selama ini Indonesia terlalu mudah meloloskan sumber daya alam untuk diekspor ke mancanegara tanpa proses pengolahan di dalam negeri. Pinjam istilah Sang Pejabat yang enggan diungkapkan namanya, jual mentah-mentah tanah mineral ke negeri orang. Tambang emas, contohnya, digali dalam-dalam membelah urat perut bumi, kemudian ore diangkut begitu saja dengan lori, diangkut ke luar pabrik, di kapalkan dan sampailah ke negeri pembeli.
Ore adalah nama lain dari bijih, yakni batu hasil galian dari pertambangan berbahan mineral yang tinggi nilai ekonomisnya. Biasanya ore dapat berupa logam maupun nonlogam. Untuk meningkatkan kualitas ore, beberapa proses seperti pengolahan serta pemurnian sangat dianjurkan. Menarik tulisan dari praktisi bisnis Lalu Mara Satriawangsa yang menuliskan bahwa hilirisasi industri pertambangan mutlak dijalankan. Sebab, ini bertujuan meningkatkan nilai tambah produk bahan tambang mineral dalam negeri sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Program hilirisasi itu harus dipaksa pemerintah kepada seluruh industri untuk meningkatkan nilai tambah produk. Karena, program tersebut diyakini memacu aliran investasi dalam jumlah besar pada industri hilir mineral di Indonesia.
Pengembangan industri berbasis mineral logam, yang terdiri dari industri besi baja (stainless steel), aluminium, nikel, dan tembaga, karena penggunaan komoditas tersebut sangat luas, antara lain untuk kebutuhan di dermaga, kapal laut, landasan airport, jembatan antar pulau, rel kereta api, pipa bawah laut, jalan tol, jaringan listrik, dan telekomunikasi, hingga industri untuk keperluan rumah tangga dan energi terbarukan. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia dengan total cadangan sebanyak 21 miliar ton, sudah sewajarnya memiliki smelter.
Demikian juga dengan cadangan batubara Indonesia yang besarnya 147 miliar ton, sudah sepantasnya diolah untuk memperoleh nilai tambah. Bukan hanya menggali mengeruk, lantas menjual. Demikian halnya dengan tambang lain, seperti emas dan tembaga. Hingga saat ini, Freeport yang sudah 55 tahun beroperasi di Timika-Papua masih menggali dan memproses tumpukan tanah maupun pasir yang mengandung mineral pada smelter luar negeri. Bisa di Australia, bisa juga di Eropa.
Kini,semua mata masyarakat menantikan akankah smelter di Indonesia bisa mewujudkan mimpi-mimpi indah mengolah, memurnikan sendiri kandungan mineral yang ada di perut bumi negeri tanpa dibawa ke negeri asing. Pak Jokowi kami rakyat Indonesia menanti keberanian Bapak dengan tegas melarang ekspor mineral sesuai janji Bapak. Kami menanti tumbuhnya smelter mineral di negeri ini, bukan malah sebaliknya mineral negeri ini dibawa ke negeri asing tanpa satu pun nilai tambah bagi negeri ini. Padamu negeri kami berjanji.
Godang Sitompul