Suatu kali saya pernah berlibur ke Bandung. Di sana saya mendatangi sebuah kafe yang memang sudah saya incar sejak di Jakarta karena foto-fotonya yang menarik di Instagram.
Saya agak terkejut ketika akhirnya sampai di kafe itu. Karena tempatnya sangat kecil, seolah hanya menumpang di bagian depan sebuah rumah tinggal, dan tepat berada di pinggir jalan. Bentuk ruangannya sendiri lebih menyerupai sebuah lorong pendek dengan lebar paling-paling satu setengah meter.
Setelah masuk ke dalamnya, saya kembali terkejut—lebih tepatnya takjub—karena melihat bahwa tempat sekecil itu bisa sangat efisien. Meja-meja “melayang” tanpa kaki memungkinkan lorong pendek itu memuat tempat duduk di dua sisi. Saya lebih takjub lagi, ketika coba-coba bertanya apakah ada toilet, dan ternyata ada!
Kemampuan ruang untuk menampung berbagai fungsi memang sangat dipengaruhi oleh desain dan penggunaan furniturnya. Ruang besar bisa saja tidak memuat apa-apa, tapi ruang kecil bisa memuat banyak.
Inilah yang dialami orang yang tinggal di apartemen. Di ruang yang sangat terbatas itu, kalau kita tidak pintar-pintar mendesain, bisa-bisa satu unit cuma diisi tempat tidur, dapur, dan sofa. Padahal kita butuh tempat menyimpan berbagai barang, entah perlengkapan masak, keperluan olah raga, pakaian, sepatu, dan sebagainya. Itu dimungkinkan dengan penggunaan meja “melayang”, rak menempel di plafon, anak tangga jadi laci, tempat tidur dua tingkat, dan sebagainya.
Kuncinya adalah efisien dan kreatif. Tapi yang lebih penting lagi adalah belajar hidup “hemat”—tidak berbelanja benda yang enggak perlu-perlu amat. Agar hidup di apartemen tetap senyaman di rumah.