Pupuk bersubsidi merupakan barang negara yang dibatasi dan harus tepat sasaran diterima yang berhak. Apabila masyarakat melihat dan mendapatkan bukti penyelewengan atau tak tepat sasaran, bisa langsung melaporkan temuannya kepada Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) di daerah.
Kementerian Pertanian (Kementan) telah menjamin ketersediaan pupuk subsidi bagi seluruh petani di Indonesia. Untuk tahun 2018, Kementan mengalokasikan pupuk bersubsidi sebanyak 9,55 juta ton. Jumlah alokasi tersebut dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan komoditas pertanian di seluruh provinsi di Indonesia.
Alokasi pupuk bersubsidi tersebut terdiri dari pupuk Urea, SP 36, ZA, NPK dan pupuk organik. Data dari Kementerian Pertanian menyebutkan, alokasi untuk pupuk Urea mencapai angka 4,1 juta ton, SP 36 sebesar 850 ribu ton, ZA 1,05 juta ton, NPK 2,55 juta ton dan pupuk organik sebesar satu juta ton.
Mengingat pupuk bersubsidi merupakan barang negara, maka peredaran dan penyalurannya harus diawasi bersama agar tepat sasaran. Dilakukan dengan terkoordinasi antara pusat dan daerah, antar instansi terkait di bidang pupuk dan pestisida. “Sehingga jika ada kesulitan pupuk bersubsidi di seluruh Indonesia, bisa melapor ke Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) di daerah,” kata Dadih.
Komisi ini berada di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota serta menjadi wadah koordinasi pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Gubernur/Bupati/Walikota. Dengan keterlibatan instansi terkait di bidang pupuk dan pestisida dalam komisi pengawasan tersebut diharapkan permasalahan peredaran dan penggunaan pupuk dan pestisida yang terjadi di daerah dapat diatasi secara cepat dan tepat.
Karena itu Dadih meminta agar daerah juga bergerak secara aktif untuk menindaklanjuti laporan yang masuk terkait pupuk bersubsidi. “Jangan semua laporan langsung ke pusat, mohon KP3nya diaktifkan agar bisa terkawal dengan baik,” tegasnya.
Tabloid Sinar Tani di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.