Misalnya Susilowati, Penyuluh Pertanian di Kabupaten Sukabumi mengaku bersama penyuluh lainnya terus memantau penggunaan alsintan bantuan pemerintah. Setiap hari penyuluh di wilayahnya melaporkan penggunaannya, terutama traktor. “Untuk combine harvester memang kami harus kerja keras untuk mensosialisasikan.
Karena memang ada beberapa kelompok tani yang tidak mau menggunakan dengan alasan medannya yang tidak memungkinkan,” ungkapnya. Begitu juga dengan alsintan transplanter, menurut Susilowati, penyuluh harus lebih kerja keras karena bisa dibilang seperti lompatan teknologi untuk petani. Mayoritas petani biasa bertani secara manual atau tradisional, tapi kini harus menggunakan mesin. Terlebih mayoritas lahannya berbukit, bukan hamparan luas.
“Mungkin harus terus sosialisasi dan demonstrasi alat supaya mereka tertarik. Perlu waktu juga,” ujarnya. Karena itu ia mengakui, alsintan jenis combine harvester dan transplanter belum banyak dimanfaatkan. Sementara di sisi lain, petani paling banyak meminta jenis traktor, cultivator, pompa air dan pedal threaser.
“Bantuan alsintan untuk jenis itu belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan petani, karena tiap kecamatan rata-rata jumlahnya paling banyak 13 unit,” katanya. Dalam pengelolaan alsintan, Susilowati mengungkapkan, di sinilah peran penyuluh pertanian yang dari awal harus sudah mengarahkan ke kelompok tani.
Misalnya, dari hasil penyewaan aslintan yang dikelola kelompok tani, harus ada pembagian anggaran untuk kas kelompok tani, operator dan biaya perawatan/ perbaikan jika ada kerusakan. Susilowati mengatakan untuk perawatan alsintan diserahkan pada masing-masing kelompok tani. Jika terjadi kerusakan alsintan, menurutnya, kelompok tani biasanya membawanya ke bengkel biasa. “Itu karena belum ada bengkel khusus alsintan.
