Tampilkan di aplikasi

Perubahan iklim bukan ancaman, tapi peluang

Tabloid Sinar Tani - Edisi 3777
3 Desember 2018

Tabloid Sinar Tani - Edisi 3777

Perubahan iklim kini sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindari. Apalagi dampaknya akan berpengaruh terhadap pertanian di Indonesia. Banyak kalangan yang khawatir terhadap dampak perubahan iklim, padahal jika bisa menyiasati justru menjadi sebuah peluang bagi pengembangan pertanian di Indonesia.

Sinar Tani
Perubahan iklim menjadi sebuah dilema tersendiri bagi dunia pertanian. Salah satu yang paling terasa adalah kondisi musim yang mulai berubah. Adanya kejadian El-Nino dan La-Nina menjadi sebuah tanda perubahan iklim tersebut. Musim hujan atau kemarau berkepanjangan membuat peta musim tanam di Indonesia pun berubah. Dulu musim tanam (MT) bisa diprediksi dengan periode Oktober-Maret (Okmar) dan April- September (Asep) kini tak lagi berlaku.

Oktober yang biasanya petani mulai turun ke sawah memasuki musim tanam karena datangnya hujan, sekarang ini kadang tak berlaku lagi. Musim hujan mengalami kemunduruan. Begitu juga datangnya musim kemarau makin sulit diprediksi. Kondisi ini yang kemudian menjadi sebuah kekuatiran terhadap ancaman produksi pangan.

Deputi Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Herizal mengatakan, dampak perubahan iklim dalam 15 tahun terakhir tercatat tren peningkatan kejadian bencana banjir, tanah longsor dan puting beliung sangat nyata. Bahkan perubahan iklim telah meningkatkan risiko kejadian iklim ektrim pada masa sekarang.

“Perubahan Iklim juga cenderung menaikkan hargaharga. Data menunjukkan iklim ekstrim musiman mempengaruhi indeks harga-harga bahan pangan,” ujarnya. Bukan hanya itu, masyarakat miskin juga paling terpengaruh, karena mereka menghabiskan lebih banyak proporsi pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan.

“Jadi kenaikan harga bahan pangan semakin mempengaruhi kehidupan mereka (masyarakat miskin),” tambahnya. Bukan hanya itu, Herizal melihat, negara tropis adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Data FAO menyebutkan sekitar 17% masyarakat mengalami kurang gizi selama periode tahun 2011-2013. “Meski adaptasi tengah berlangsung, tetapi belum cukup,” katanya.
Tabloid Sinar Tani di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI