Ekspor Beras ke Malaysia. Untuk menjajaki peluang ekspor beras ke Malaysia, Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi bersama Judith J Dipodiputro Direktur Komersil Perum BULOG dan KBRI Kuala Lumpur melakukan pertemuan dengan BERNAS, di Kuala Lumpur (21/2).
Dalam pertemuan yang berlangsung di Kuala Lumpur, Agung diterima oleh CEO BERNAS, Ismail Mohamed Yusoff dan Chairman BERNAS, Megat Joha yang didampingi pejabat tinggi BERNAS. BERNAS merupakan satu-satunya institusi yang telah ditunjuk oleh pemerintah Malaysia untuk menangani impor beras ke Malaysia. Ismail Mohamed Yusoff menyatakan market share beras di malaysia sebesar 60% dipenuhi dari produksi domestik dan 40 persen dari impor.
Melalui pertemuan ini, BERNAS menyetujui untuk melakukan kerjasama dengan Perum BULOG untuk impor beras dari Indonesia. Sebagai langkah awal, dalam waktu dekat BERNAS akan melakukan kunjungan ke Indonesia untuk melakukan identifikasi, observasi dan pembahasan lebih lanjut dengan BULOG terkait rencana ekspor ke Malaysia.
Ekspor beras digagas Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso. Alasannya, Bulog akan merealisasikan target penyerapan beras pada panen raya bulan Januari sampai April sebanyak 1,8 juta ton beras dari petani. Kalau ditambah dengan sisa beras yang sudah ada di gudang-gudang Bulog bisa lebih dari 4 juta ton. Padahal kapasitas gudang Bulog hanya menampung 3,6 juta ton. Kalau dipaksakan, maka hasilnya bisa merusak beras secara perlahan. Untuk itu, ekspor merupakan langkah tepat untuk efisiensi dan menjamin pengawasan.
Kepastian pasokan tentu menjadi perhatian utama bagi negara-negara importir beras, termasuk Malaysia. Indonesia khususnya Bulog harus bisa menunjukkan kemampuan memanajemen stok beras dalam hal jumlah, kualitas dan ketepatan waktu pengiriman. Persoalan musim paceklik dan musim panen raya di dalam negeri juga harus bisa diselesaikan oleh Bulog dengan manajemen serapan dan stok Bulog yang memadai. Pada bulan Februari Maret setiap tahunnya Indonesia surplus beras.
Surplus beras ini akan bertahan hingga bulan Agustus. Pada bulan September Januari, Indonesia mengalami kekurangan produksi dibanding konsumsinya. Di sinilah manajemen stok beras oleh Bulog diharapkan bisa menjamin kepastian suplai di dalam negeri dan sisanya bisa diekspor. Manajemen stok dalam negeri haruslah menjadi utama. Ekspor dilakukan bisa ada kelebihan. Kelebihan beras tersebut harus dihitung dalam setahun, bukan per musim panen.
Bila memang sudah dikalkulasikan, pada tahun itu terdapat kelebihan beras yang bisa diekspor, maka Bulog memang harus mengekspor beras tersebut sehingga negara bisa mendapatkan devisa. Lebih dari itu, manajemen stok beras nasional ini juga perlu dibuat dalam kerangka menjaga stabilitas harga beras di dalam negeri. Harga beras yang memberikan keuntungan yang cukup kepada petani produsennya, sekaligus harga yang terjangkau oleh konsumen. Harus ada keseimbangan harga buat para petani padi Indonesia.
Titik kritis stok beras di Indonesia dimulai pada bulan September hingga Desember atau Januari. Sebaiknya, Bulog bisa menyediakan stok beras dari dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan beras di bulan-bulan paceklik ini. Dengan manajemen stok beras dalam negeri yang mandiri tanpa impor, secara psikologis dan politis, akan memberikan keyakinan bahwa Indonesia adalah sudah swasembada beras secara riil.