Kenapa Harga Kopi Petani Turun? Harga jual kopi di tingkat petani menurun. Di Bengkulu, harga biji kopi kering milik petani turun dari Rp 22 ribu menjadi Rp 15.000 per kilogram. Penurunan harga kopi ini dipengaruhi oleh kenaikan produksi kopi dunia, juga disinyalir karena masuknya kopi impor dari Vietnam.
Data Organisasi Kopi Dunia mengungkap bahwa dalam dua musim terakhir ada surplus komulatif 8 juta kantong. Pada Juni 2019, ekspor kopi dunia naik 2,8% menjadi 10,94 juta kantong dibandingkan dengan Juni 2018, sementara ekspor kopi dalam sembilan bulan pertama tahun 2018/19 naik 6,5% menjadi 97,28 juta kantong.
Produksi kopi dunia pada tahun 2018/19 meningkat dengan perkiraan 1,9% menjadi 168,77 juta kantong, dipimpin oleh peningkatan 18,5% dalam produksi Brasil untuk tahun panen yang berakhir Maret 2019. Konsumsi global pada 2018/19 meningkat sekitar 2,1% menjadi 164,84 juta tas.
Faktor yang kedua penyebab turunnya harga kopi saat ini adalah masuknya kopi dari Vietnam ke Indonesia yang diekspor atas nama kopi Lampung. Sesungguhnya, kualitas kopi Vietnam di bawah mutu kopi Indonesia. Harga kopi Vietnam lebih murah dari kopi Indonesia.
Namun, pedagang menjualnya dengan harga kopi Lampung, tentu untungnya besar.
Pengoplosan kopi seperti itu tentu perlu ditelusuri. Secara peraturan tidak ada larangan impor kopi, tapi masalahnya akan menjadi tindakan kriminal manakala kopi impor dari vietnam ini kemudian dicampur dengan kopi lampung lalu diklaim sebagai kopi Lampung.
Dalam hal pemasaran, masih sebagian besar produksi kopi Indonesia diekspor ke manca negara. Ekspor Kopi Indonesia menjangkau lima benua yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa dengan pangsa utama di Eropa. Sayang sekali, kopi yang diekspor Indonesia ini kebanyakan dalam bentuk green bean (biji kopi mentah), belum terolah atau tidak dengan brand (merk).
Mengatasi kondisi ini, maka Indonesia harus membuat branding kopinya untuk pasar ekspor dan dalam negeri. Sehingga konsumen betul betul paham tentang mutu dan citarasa kopi Indonesia. Apalagi pasar kopi dalam negeri juga terbuka lebar.
Konsumsi kopi Indonesia terus meningkat. Bila pada tahun 2017, angka konsumsi kopi nasional sebanyak 270 ribu ton, pada tahun 2019 diperkirkan akan mencapai 340 ribu ton, dan pada tahun 2020 angka konsumsi kopinya akan mencapai 350 ribu ton.
Upaya lain yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani kopi adalah meningkatkan produktivitas kopi petani. Total produksi kopi Indonesia pada tahun 2017 (BPS) sebanyak 667 ribu ton dari total kebun kopi seluas 1,248 juta ha. Artinya rata-rata produktivitas lahan kopi Indonesia baru mencapai 0,53 ton/ha. Kebanyakan lahan kopi tersebut adalah milik rakyat (95,46 persen), 2,17 persen milik perkebunan negara dan 2,37 persen milik perkebunan swasta.
Produksi kopi Indonesia sebetulnya berlebih dibanding konsumsinya, namun Indonesia juga mengimpor kopi. Pada tahun 2017, impor kopi Indonesia tercatat sebesar 14,22 ribu ton dengan nilai US$ 33,583 juta. Angka impor itu menurun sebesar 43,5 persen dari tahun 2016. Sebuah pekerjaan rumah sekaligus peluang pasar kopi di dalam negeri yang perlu digarap agribisnis kopi.