Stok Beras pada Musim Kemarau 2019
Walaupun pada tahun 2019 terjadi musim kemarau, namun stok beras hingga akhir tahun diprediksi mengalami surplus alias melebihi kebutuhan. Data Kementerian Pertanian, pada musim kemarau, Juli-September, tanam padi sekitar 1 juta hektar per bulan.
Pertanaman ini akan dipanen pada September dan November. Apalagi bulan Oktober sudah mulai turun hujan. Itu dari segi pertanaman. Dari segi produksi, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Januari-November 2019 akan ada produksi sebesar 29,4 juta ton beras.
Data Kerangka Sampling Area (KSA) BPS mencatat bahwa stok beras akhir Desember 2018 sebesar 3,3 juta ton dan stock 2019 saat ini ada 5,5 juta ton beras, sehingga kondisinya cukup melimpah. Kondisi kemarau tahun ini berbeda dengan kemarau pada tahun-tahun sebelumnya, juga sudah ada pengalaman untuk memitigasi kemarau.
Kemarau pada tahun 2015 misalnya, tanaman padi terselamatkan dari ancaman El-Nino. Berbeda halnya dengan kemarau yang terjadi pada 1997-1998. Padahal, El-Nino 1997-1998 tidak sebesar 2015, tapi impor beras di tahun itu mencapai 12 juta ton.
Data BPS menunjukkan meski tahun 2015 terjadi El-Nino terparah.
Pemerintah bisa antisipasi dan dapat dilalui dengan baik, produksi padi 2015 lebih tinggi dibanding 2014. Menghadapi musim kemarau tahun 2019 ini, Kementan melakukan program antisipasi dini dan mitigasi kekeringan seperti halnya tahun-tahun sebelumnya.
Infrastruktur sudah terbangun dan hingga sekarang terus dilanjutkan dengan pompanisasi, pipanisasi, sumur dangkal, embung, dam parit, long storage, hingga benih dan pasca panennya. Kementan selain mengatasi tanaman padi yang sudah terkena dampak, juga mengantisipasi pertanaman padi yang masih ada (standingcrop).
Untuk petani yang lahan padinya sudah terlanjur puso dan belum terselamatkan kalau punya asuransi didorong agar mengajukan klaim asuransi. Sedangkan yang belum ikut serta asuransi, benihnya dibantu kementan. Dalam memitigasi lahan yang masih ada standing crop dilakukan identifikasi sumber-sumber air terdekat.
Apabila di lokasi masih ada sumber air atau sungainya atau ada embungnya, akan diberi pompanisasi atau pipanisasi, untuk selanjutnya dilakukan pengolahan tanah. Bisa juga dengan bantuan sumur dangkal dan selang untuk wilayah yang tidak dekat sungai.
Program program mitigasi itu dijalankan Ditjen Tanaman Pangan dan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian berdasarkan usulan dari masing-masing wilayah yang terdampak. Ada pompa 1.800 unit, sumur 200 unit, dan selang 50 ribu meter yang siap salur ke kabupaten yang terdampak yang sudah mengusulkan di bulan Agustus dan September.
Pada tahun 2019, Direktorat Jenderal PSP telah menyalurkan sekitar 8.568 unit traktor roda 2 dan 953 unit traktor roda 4. Terdapat 6.035 pompa air yang sudah dan siap disalurkan tahun ini. Kalau dihitung, total dari tahun 2014 sampai 2019 sudah ada 250 ribu traktor dan pompa air yang disalurkan untuk petani.
Alat dan mesin pertanian (alsintan) itu sangat siap untuk digunakan pada musim kemarau. Pada musim kemarau ini juga Kementan melepas program Gerakan Percepatan Olah Tanah tanam di Musim Kemarau (GPOT). Ada 15 Provinsi dengan target total luas 590 ribu hektar yang melaksanakan gerakan ini.
Teknologi budidaya padi gogo untuk lahan sawah pun disosialisasikan Kementan. Kementan menawarkan gerakan percepatan gogo sawah bagi yang minimal memiliki hamparan lahan seluas 100 hektar. Dalam Gerakan itu, Kementan memfasilitasi bantuan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk olah tanah dan bantuan transport untuk operator alsintan.
Kontrol dan koordinasi program di lapangan adalah faktor penentu Gerakan mitigasi kemarau yang dilakukan Kementan bersama pemerintah daerah. Kita berharap kontrol dan koordinasi bisa dilakukan dengan maksimal.