Efisiensi Bisnis Ayam Buras
Ayam buras memiliki prospek usahatani yang bagus untuk meningkatkan pendapatan petani atau keluarga di pedesaan. Sayangnya, pangsa pasarnya sulit dikembangkan dalam skala besar, karena kalah efisien dengan ayam ras, khususnya dalam harga jualnya.
Produksi daging dan telur ayam bukan ras (buras/kampung/lokal) sudah surplus, meskipun secara prosentasi produksinya masih sangat kecil bila dibanding ayam ras. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) (2019) mengungkapkan data produksi daging ayam buras 298.700 ton atau 6,01% dari produksi daging secara keseluruhan. Produksi daging ayam ras 3.495.100 ton atau 71,34% dari produksi daging secara keseluruhan.
Masih menurut data Ditjen PKH (2019), total produksi telur nasional sebanyak 5.355.600 ton, terdiri dari: telur ayam buras sebanyak 220.200 ton (4,11%), telur itik sebanyak 321.000 ton (5,99%), telur ayam ras sebanyak 4.753.400 ton (88,76%).
Tingginya produksi daging ayam dalam negeri ini telah merubah pola konsumsi daging masyarakat Indonesia. Pola konsumsi masyarakat semula berbasiskan daging merah (red meat) menjadi daging putih (white meat), sehingga daging unggas menjadi motor untuk mengubah pola konsumsi dalam hal protein hewani asal ternak. Daging dan telur unggas lebih terjangkau dan murah harganya dibandingkan daging ruminansia. Akibatnya jumlah populasi unggas kini telah menjadi lebih dari 1 miliar ekor.
Data Ditjen PHK (2019) juga menunjukkan bahwa produksi daging dan telur ayam buras mengalami surplus. Dengan proyeksi populasi Ayam Buras sebanyak 318.966.977 ekor, potensi produksi daging Ayam Buras sebanyak 298.750 ton, kebutuhan sebanyak 215.716 ton, surplus sebanyak 83.034 ton.
Produksi telur ayam buras sebanyak 228.614 ton, kebutuhan sebanyak 52.090 ton, surplus sebanyak 176.524 ton. Konsumsi daging ayam buras (per kapita per tahun) sebanyak 0,80 kg. Konsumsi telur ayam buras (per kapita per tahun) sebanyak 4,25 butir. Sedangkan konsumsi daging ayam ras sebesar 12,79 kg/kapita/tahun.
Di antara keunggulan usaha ternak ayam buras adalah: produksi berbasis sumber daya lokal dan memperhatikan kesejahteraan hewan dan traceable, hasil produksi (daging, telur) berkualitas dan memenuhi selera konsumen.
Namun demikian, dari segi harga jual, daging dan telur ayam kampung masih jauh lebih mahal dibanding daging dan terlur ayam ras. Pada satu sisi kondisi harga ini merupakan peluang usaha bagi peternak, namun pada sisi lain dengan harga itu pasar daging dan telur ayam buras kurang bisa berkembang atau terbatas.
Pasar daging dan telur ayam buras/lokal memang perlu dikembangkan secara luas. Tujuannya, agar jumlah peternaknya, populasinya dan skala usahanya bisa dikembangkan. Untuk ini, harga jual ayam dan buras dan telurnya harus bisa bersaing dengan ayam ras.
Salah satu kuncinya untuk efisiensi usaha ternak ini adalah asupan teknologi, meliputi teknologi perbibitan yang berkualitas, produksi bibitnya, teknologi pakan, teknologi budidaya, pengolahan dan pemasarannya.
Teknologi yang diperlukan untuk efisiensi usaha ternak unggas lokal adalah teknologi yang tepat guna berbasis pada sumberdaya lokal, oleh karena itu teknologi yang dikembangkan tidak dipersoalkan tentang canggih atau modern atau tradisional, karena yang penting adalah peran dan fungsi teknologi itu untuk meningkatkan efisiensi usaha peternakan ayam lokal agar bisa bersaing dengan bisnis ayam ras.