Integrasi Sawit-Sapi: Hati-hati
Peluang integrasi sawit-sapi cukup besar. Data Ditjen Perkebunan, saat ini terdapat 16,38 juta hektar (ha) lahan perkebunan sawit. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah menginisiasi integrasi sawit-sapi sejak tahun 2017-2018. Kementan bahkan sudah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian No.105 Tahun 2014 tentang Integrasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit dengan Usaha Budidaya Sapi Potong.
Pada perkebunan sawit terdapat biomassa pakan untuk sapi sepanjang tahun. Diantaranya berupa, pelepah dan daun sawit, hijauan di bawah naungan sawit, bungkil sawit dan solid. Dengan integrasi sawit-sapi, manfaatkan yang akan diperoleh bagi perkebunan sawit adalah: akan mengurangi biaya pupuk dan herbisida di perkebunan sekitar 30 persen, meningkatkan produksi TBS (tandan buah segar) dan mewujudkan sawit yang ramah lingkungan. Manfaatnya bagi peternakan, dari satu ha kebun sawit, bisa untuk ternak 4 ekor sapi.
Setidaknya ada dua model budidaya sapi yang bisa diterapkan di perkebunan sawit. Pertama, adalah dengan meng-angon (menggembalakan) sapi di perkebunan sawit. Kedua, membuat kandang sapi di lahan perluasan perkebunan sapi.
Namun demikian, pengembangan integrasi sawit-sapi ini perlu dibarengi dengan kehati-hatian, terutama adalah karena isu lingkungan yang sudah sering dituduhkan Eropa terhadap sawit Indonesia. Dengan masuknya sapi di kebun sawit akan membawa emisi CO2. Emisi CO2 ini ditengarai mempercepat proses perubahan iklim, Sehingga bila, tidak hati-hati dan penuh perhitungan, maka adanya sapi di kebun sawit akan menambah nilai negatif aspek lingkungan bagi perkebunan sawit Indonesia.
Pada era Teknologi Informasi, keberadaan sapi di perkebunan sawit bisa dilacak melalui satelit. Semua sapi yang ada di lahan kebun akan terlihat. Perlu dipertimbangkan, sebaiknya sapi dipelihara di luar kebun sawit produktif. Misalnya bisa dipakai cadangan lahan untuk ekspansi.
Lebih dari itu, perlu dipikirkan untuk duduk bersama semua stakeholder yang terkait dengan pengembangan integrasi sawit-sapi ini.
Dirjenbun perlu berinisiatif untuk bertemu dengan para pelaku usaha, petani dan para peneliti dan wakil-wakil berbagai universitas membahas: 1) sampai berapa banyak hasil devisa kelapa sawit bisa dikorbankan. 2) Ada Kompensasi untuk pengurangan minyak atau tidak ? Misalnya ekspor daging dan produk sampingannya seperti kulit sapi dll. 3) Lokasi yang ideal agar kalau dilacak dengan satelit hasilnya positif bagi kita. 4) Dampak sosial karena pengurangan tenaga kerja di sawit namun paralel dengan itu ada penambahan tenaga kerja dari ternak sapi. 5) Pendidikan SDM. 6) Kerjasama penelitian sawit dan penelitian peternakan. 7) Dukungan pemerintah berupa apa?
Dengan kata lain, pengembangan integrasi sawit-sapi di Indonesia memang perlu perencanaan secara lebih detil, untuk mengamankan agrobisnis dan agroindustri sawit Indonesia yang memiliki nilai ekspor yang besar atau memberikan devisa besar bagi negara. Jangan sampai karena ingin mengejar swasembada daging nasional dengan mengorbankan bisnis sawit nasional.