ISPO: Senjata Ampuh Melambungkan Citra Sawit Indonesia
ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dibentuk sebagai salah satu upaya untuk membangun kejayaan masa depan industri kelapa sawit, meningkatkan daya saing dan citra sawit di pasar dunia, dan sekaligus menciptakan industri sawit Indonesia yang berwawasan lingkungan. Upaya ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Industri minyak nabati dari Indonesia kerap diterpa isu negatif mengenai dampaknya terhadap lingkungan dari kacamata negara barat, terutama pasar Eropa. ISPO merupakan upaya efektif untuk meredam Black Campaign yang dilakukan negara-negara tersebut. ISPO menjadi sarana penting untuk menunjukkan bukti penanganan yang ramah lingkungan Industri Kelapa Sawit dari hulu hingga hilir.
Tabloid Sinar Tani bekerjasama dengan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) mengadakan satu Webinar berjudul “Memacu Laju Sertifikasi ISPO Kebun Sawit Rakyat” yang dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2022.
Perpres No. 44/2020 mewajibkan semua pelaku bisnis kelapa sawit termasuk para petani untuk memperoleh sertifikat ISPO. Saat ini perkembangan penerapan ISPO pada kebun rakyat sangat lambat. Dari luasan lahan sawit rakyat sebanyak 6,94 juta ha, yang sudah bersertifikat ISPO hanya 0,19 persen. Padahal pekebun rakyat harus telah memperoleh sertifikat ISPO ini paling lambat tahun 2025.
Pekerjaan Rumah untuk penerapan ISPO pada kebun rakyat masih banyak. Persyaratan yang diminta untuk memperoleh sertifikat ISPO tidak mudah dan permasalahannya cukup kompleks. Pekebun rakyat swadaya pada saat membangun kebun sendiri tidak banyak memperhatikan masalah legalitas, perijinan dan keharusan lain, yang sekarang justru menjadi persyaratan yang diminta untuk memperoleh sertifikat ISPO.
Menurut FORTASBI (Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia) proses penerapan itu cukup panjang dan memerlukan pembiayaan yang besar. Hampir semua permasalahan administrasi terkendala pada aspek legalitas, perizinan, status lahan, lokasi yang bebas dari kawasan hutan lindung. Semua itu merupakan kendala utama dalam proses penerapan ISPO pada kebun rakyat.
Memang dua pihak harus bergerak. Di satu sisi pemerintah harus memberikan pelayanan, menentukan persyaratan, menyediakan informasi, menciptakan insentif dan membantu semua kesulitan yang dialami oleh pekebun.
Biaya untuk memperoleh sertifikat ISPO cukup mahal sedangkan pekebun tidak memperoleh insentif harga. Harga TBS (Tandan Buah Segar) dari kebun yang belum dan sudah bersertifikat ISPO tidak berbeda. Itulah sebabnya banyak pekebun yang merasa enggan untuk mengurus proses sertifikasi ISPO.
Di sisi lain para pekebun juga harus punya keinginan kuat, committed untuk memperoleh sertifikat ISPO agar penerapan ISPO bisa berlangsung lebih cepat. Hal yang kurang kondusif adalah jumlah penyuluh juga dinilai tidak memadai sehingga saluran informasi terkendala, sementara Informasi digital belum berjalan dengan baik. Lagi-lagi kasus ini menunjukkan bahwa penyuluhan itu penting.