Riset dan Industri Benih Ditantang
Industri benih/bibit diposisikan sebagai awal dari rantai nilai makanan yang berperan dalam penyediaan makanan dan nutrisi. Perkembangan teknologi benih/bibit telah memberikan andil besar dalam transformasi sistem pertanian dan makanan di seluruh dunia.
Tetapi teknologi di sektor hulu dan hilir, yang paling banyak memberikan margin, sejak lama dipegang oleh negara maju seperti USA dan negara-negara di Eropa. Mereka punya teknologi tinggi untuk menghasilkan benih dan pengolahan walaupun tidak mempunyai sumberdaya alam yang memadai untuk melakukan kegiatan budidaya.
Ke depan kita dihadapkan pada pertanian yang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim, pemiskinan hara tanah, pemanasan bumi dan berbagai peristiwa bencana alam. Pertanian juga harus semakin hemat input dan salah satu kunci semua itu adalah tersedianya benih/bibit dengan produktivitas tinggi yang mampu beradaptasi dengan perubahan agroekosistem.
Jadi, ke sinilah seharusnya arah pengembangan benih. Dunia berlomba menghasilkan benih/bibit terbaik. Bagaimana dengan negeri kita? Kita pernah berjaya menjadi pusat perhatian dunia abad ke IX dan XX ketika tanaman perkebunan, khususnya karet, tebu, tembakau, kina dan rempah-rempah merajai dunia.
Berdasarkan data International Feed Federation. Ekspor benih Indonesia tahun 2020 adalah 7080 ton atau 0,091% dari total ekspor dunia. Bandingkan dengan negara maju seperti Canada (349.452 ton), Belgium (314.318 ton), Denmark (351.302 ton), Perancis (820.819 ton), Jerman (363.409 ton), Itali (157.089 ton), Netherland (1.137.280 ton), Polandia (520.349 ton) dan USA (530.261 ton).
Atau dalam dollar, Indonesia $ 22 juta, atau 0,138% dari total di dunia. Sedangkan di negara maju masing-masing $ 309 Juta), Belgium ($ 287 juta), Denmark ($ 289 juta), Perancis ($ 2.293 juta), Jerman ($ 1.103 juta), Itali ($ 514 juta), Netherland ($ 3.193 juta), Polandia ($ 341 juta), USA ($ 1.846 juta). Di kawasan ASEAN, Thailand mengekspor benih/bibit sebanyak 28.874 ton atau senilai $183 juta. Pada tahun yang sama Indonesia mengimpor 4497 ton bibit kentang dan 994 ton benih/bibit sayuran dengan total nilai $ 34 juta.
Kita mengandalkan benih padi hasil riset sendiri yang cukup fenomenal. Secara rata-rata produktivitas padi per hektar cukup tinggi, berkejaran dengan negara lain di ASEAN dan Cina. Berita terbaru menyebutkan Cina sudah bisa menanam padi dengan sistem ratoon, sehingga sampai dengan 5 tahun tidak perlu mengganti benih.
Ini menginspirasi bahwa penelitian untuk meningkatkan kualitas benih masih terbuka lebar, selama kita fokus untuk terus memperbaiki varietas terbaik menjadi lebih baik lagi. Benih memang sangat spesifik, tergantung kondisi alam, tempat dan waktu. Di sinilah peran riset dan industri benih ditantang.
Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia diharapkan dapat menjalin kerjasama dengan semua stakeholder untuk membangun industri perbenihan & perbibitan yang kuat untuk menunjang pembangunan pertanian, yang sekarang 30 persen diduga masih menggunakan benih/bibit yang tidak layak.