Agar Perkebunan Berjaya Kembali?
Perkebunan moderen kelas dunia Indonesia dimulai pada abad XVI dan XVII dan itu dilakukan oleh pemerintah Kolonial. Tebu (gula), karet, kina, teh, tembakau, rempah dan kelapa merajai pasar dunia.
Kejayaan perkebunan itu didukung oleh penelitian, pengelolaan, teknologi produksi, benih/bibit dan manajemen pemasaran. Jangan dilupakan, tersedia tenaga buruh murah yang tenaganya diperas ala penjajahan. Lengkaplah Nusantara sebagai surga di katulistiwa.
Perjuangan kemerdekaan dan berbagai hiruk pikuk politik pada pendudukan Jepang, perjuangan dan awal kemerdekaan telah berpengaruh pada kinerja perkebunan. Walaupun sekarang upaya peningkatan efisiensi dan daya saing terus dilakukan, beberapa komoditas perkebunan memudar, sementara negara-negara lain merebut peran Indonesia di pasar global.
Misalnya kopi (Vietnam), karet (Thailand), tembakau Deli (Brazil, Meksiko, Florida), tebu (Thailand, India) dan kina (Madagaskar). Teh Indonesia mengalami kemunduran yang memprihatinkan. Kina yang dulu dikuasai Indonesia (93% ekspor dunia) sekarang memerlukan upaya penataan kembali. Diprediksi malaria akan berkembang dengan adanya perubahan iklim.
Menurut Soedjai Kartasasmita, tembakau Deli yang terkenal merajai lelang di Bremen sudah tidak mungkin lagi dikembangkan, dan sekarang telah direbut oleh Brazil, Meksiko dan Florida dengan menamakan produknya Brazil Sumatera, Meksiko Sumatera dan Florida Sumatera.
Apa yang harus dilakukan negeri ini untuk mengembalikan kejayaan perkebunan Nusantara? Perkebunan masih merupakan andalan ekspor pertanian dan berperan penting terhadap PDB. Demikian juga PMDN dan PMA di sektor perkebunan cukup tinggi, tetapi perannya masih dianggap belum optimal. Masih terdapat ruang lebar untuk bisa berperan lebih besar. Produktivitas, mutu dan pengolahan adalah yang utama.
Kementerian Pertanian telah menyusun program untuk revitalisasi benih dan nursery, membangun kawasan perkebunan, membangun ekosistem perkebunan, peremajaan tanaman tua, dan pengembangan komoditas baru. Upaya tersebut tidak hanya bersandar pada APBN. Ini bisnis. Yang harus dilakukan adalah membangun iklim bisnis yang menunjang.
Produktivitas, peremajaan tanaman, perluasan pasar, kelembagaan petani dan pasar, permodalan, pengembangan sektor hilir dan aplikasi teknologi akan terus dikembangkan. Riset yang terus menerus diperlukan untuk memperoleh dan mengaplikasikan teknologi terbaik.
Tantangannya juga tidak kecil. Nontariff barrier dan kampanye negatif terhadap produk perkebunan Indonesia masih terus terjadi. Upaya peningkatan standar dan mutu tetap menjadi prioritas, dan pengawasan dilakukan pada keseluruhan proses mulai dari perbenihan, proses produksi sampai dengan pasca panen.
Lalu sektor hilir dan infrastruktur sangat penting. Keduanya akan sangat berpengaruh pada peningkatan nilai tambah dan penurunan biaya marketing dan transportasi. Kita tidak bisa menunggu lama, atau kita akan kehilangan pasar yang susah untuk diraih kembali. Kita telah kehilangan pasar ekspor CPO cukup signifikan di India dan Pakistan karena saat mereka tidak memperoleh pasokan dari Indonesia, mereka mengalihkan impornya ke Malaysia.
Semoga Hari Perkebunan Nasional menjadi titik tolak untuk merebut kembali peran Indonesia di pasar internasional.