Peternakan dan Gula Masih Saja jadi PR Berkepanjangan
Sahabat Tabloid Sinar Tani yang Budiman.
Tak ada kisah sepedih perjalanan industri gula di negeri ini. Dari penghasil terbesar menjadi importir terbesar di dunia. Nasib petaninya tidak berubah, yang untung, dulu Belanda sekarang negara eksportir (mungkin juga importir). Rencana, target swasembada dan strategi terus diperbaharui tapi sasaran belum juga diraih. Inilah sorotan di Sinar Tani kali ini.
Tantangan pergulaan juga berubah, kebutuhan makin tinggi, lahan makin terbatas, walaupun teknologi makin maju tapi produktivitas dan rendemen semakin turun. Dana untuk bongkar ratoon selalu jadi kambing hitam.
Bagaimana di hilir? Pemerintah akan meningkatkan efisiensi PG yang ada dengan merevitalisasi mesin dan penggabungan PG yang tidak efisien. Kemudian melakukan penataan jadwal giling dan pengembangan industri hilir dengan mengembangan pabrik bioetanol dan suplai energi listrik.
Pangan menjadi isyu yang semakin panas menjelang Pilpres dan Food Estate menjadi polemik yang tak berkesudahan di kalangan masyarakat. Keberhasilan panen jagung di kawasan real estate Gunung Mas memberikan harapan baru, teknologi pertanian akan mampu memecahkan masalah pangan. Food Estate Temanggung dan Wonosobo seluas 907 ha telah berhasil panen komoditas hortikultura, dan Kalimantan Tengah berhasil melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan hingga mampu panen padi dengan produktivitas 5 ton/ha. Begitu pula di Sumba Tengah NTT dan Kabupaten Keerom Papua telah mampu panen raya jagung seluas 500 hektar. Pengembangan kawasan pangan memang butuh proses dan penyesuaian teknologi agar menjadi lahan produktif.
Sementara itu gonjang-ganjing di sektor peternakan unggas muncul lagi dengan kadar yang lebih mencemaskan. Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) mencatat pada tahun 2000 jumlah peternak rakyat atau mandiri masih sekitar 2 juta peternak. Namun pada 2023 jumlahnya turun drastis menjadi hanya 170 ribuan peternak yang tersebar di seluruh Indonesia.
Fluktuasi harga pakan maupun produk unggas membuat NFA (National Food Agency = Badan Pangan Nasional) melihat pentingnya closed loop dalam industri perunggasan kita dengan melibatkan perusahaan BUMN. Pemikiran ini akan dibahas dalam tabloid kita.
Ombudsman RI mencatat kondisi perunggasan nasional ini terkait dengan cutting, wilayah kerja pada rantai pasok unggas dan penyelesaian proses transaksi antara peternak dengan perusahaan pakan yang kesemua itu memerlukan dukungan data yang valid.
KPUN melihat kondisi ini memprihatinkan. Kenyataannya hari ini peternak yang masih bisa bertahan pun hutangnya makin bertambah banyak, sementara jumlah ternaknya berkurang. Dengan demikian diperlukan penataan yang holistik menyangkut pemasaran dan pemasokan ke rantai dingin dan olahan serta pasar tradisional.
Masih banyak berita menarik lain, salah satunya tentang keberhasilan seorang anak muda dalam mengembangkan teknologi pengolahan vanili pada ajang Kompetisi atau Inovasi Produk yang sangat membanggakan.
Kepada Sahabat Tabloid Sinar Tani kami ucapkan Selamat Membaca!