Sampai Google pun tidak bisa mencari padanan kata “Telolet” di aplikasi translate-nya. Kecuali Anda masukan “Om” dijamin keluar bermacam kosa kata bahasa asing.
Harap maklum “telolet” memang hanya ujaran, sama seperti bunyi telepon yang “kriinggg!!!”, atau peluit yang “prittt!!”. Namun, karena tidak jamak, maka sulit mengidentikkan seperti dua ujaran di atas sebagai bunyi bel kendaraan besar macam bus atau truk. Lagi pula identitas bunyi bel kendaraan memang belum di-defi ne seperti telepon dan peluit.
Mendadak “telolet” jauh lebih viral ketimbang “pritt” dan “kringg”. “Telolet” dikenalkan dari yang tadinya bahasa ucap menjadi bahasa tulis oleh anak-anak pantura mulanya. Sudah lama jadi tren netizen anak-anak pinggiran.
Gagasannya sederhana, bebunyian yang beragam dari bus-bus yang melaju di sepanjang pantura adalah sebuah keunikan sendiri (di mata mereka). Mereka saling mengoleksi bebunyian bel itu. Makin keren makin eksklusif lah video rekaman itu. Walaupun kadang hanya untuk koleksi yang disimpan di smartphone mereka.
Keunikan itulah yang menjadi daya tarik. Jadi tak heran jika pemburu telolet sampai punya trik sendiri untuk sekadar meminta sang sopir menekan tombol bel.
Sebagian di-upload, sebagian hanya viral dari satu ponsel ke ponsel lain. Kemudian suatu ketika ditangkap oleh seorang DJ bernama asal Belanda, Hardwell sebagai sebuah bebunyian yang seru. Dari DJ ke DJ, sampai yang papan atas macam Martin Garrix, DJ Snake penasaran, terutama oleh istilah “telolet” itu sendiri.