Belajar Transparan dari Taksi On-line, Sehari setelah aksi demonstrasi driver taksi konvensional pada akhir Maret lalu, order taksi Bluebird meningkat tajam. Bahkan ada saja penumpang yang rela menunggu sang sopir yang tengah mengisi perut. Armada taksi biru itu bahkan sebagian besar beroperasi. Seorang sopir mengaku memperoleh pendapatan berkali lipat ketimbang hari biasa yang sudah sulit dikejar. Tenang..tenang…Ini terjadi lantaran manajemen Bluebird waktu itu konsisten memberlakukan gratis, setelah sehari sebelumnya merasa bersalah akibat penumpang terlantar dan sebagian driver-nya mogok pun bikin macet. Walau gratis, tetapi pengemudi tetap dapat pendapatan yang diatur secara internal.
Lantas apa efek setelah hari gratis Bluebird? Sejumlah sopir mengaku kembali seperti hari-hari sulit sebelumnya. Sulit mencari setoran, dapat Rp500 ribu saja sudah bagus. Sementara seorang sopir angkutan taksi online masih bisa meraih Rp600-700 ribuan. Kendati ia harus bekerja ekstra keras akibat tingginya permintaan lewat aplikasi. Terlepas dari kebijakan baru Peraturan Kementerian Perhubungan no. 32/2016 yang menginginkan kesetaraan hukum antara taksi konvensional dan online, kita bisa belajar banyak dari pola kerja taksi dan driver on-line. Taksi on-line menjamin kepastian harga dan tidak berani mainmain dengan tarif. Tidak ada tarif borongan yang tidak berstandar. Tarif sangat tercatat dan transparan, sebab sistem pada aplikasi akan menjadi alat kepastian yang dapat dimonitor oleh pengelola. Jika terjadi penyelewengan oleh sopir nakal, dengan segera aduan konsumen siap mendarat ke pengelola untuk selanjutnya diproses.
Standarisasi yang diberlakukan oleh taksi on-line sangat jelas. Mulai dari bagaimana cara menerima dan menurunkan penumpang. Faktor sepele yang sungguh penting tadi, termasuk kenyamanan, kebersihan hingga pelayanan terpuji adalah faktor penting sebagai sebuah paket layanan. Jadi taksi bukan sekadar alat untuk mengantar manusia, tetapi juga ada relasi yang dibangun oleh driver-penumpang-pengelola. Maka, jika kemudian ada kreativitas yang digagas oleh pengelola taksi on-line ini merupakan bagian dari menjaga (retensi) pelanggan. Misalnya naik sekian kali, gratis satu kali.
Atau sekadar menyiapkan permen sebagai salah satu cara menunjukkan keseriusan layanan. Taksi konvensional harus belajar banyak. Mereka sudah cukup kenyang berbisnis, tetapi saat ini, penumpang butuh servis yang lebih baik. Membuat dan menjalankan aplikasi adalah salah satu solusi perlu agar penumpang tak perlu menunggu di pinggir jalan menanti taksi datang. Taksi harus menjemput bola. Perusahaan-perusahaan online itu sendiri kalah besar pula dibanding nama-nama macam Bluebird atau Express. Seperti semut dengan gajah. Tetapi selama sang gajah terus-terusan ngomel, maka sang semut akan saling bahumembahu menggerogoti si gajah. Buktinya, diam-diam lebih banyak driver yang lebih suka jadi driver online ketimbang konvensional.