Tampilkan di aplikasi

Mendidik anak jadi ahli tauhid

Majalah Swadaya - Edisi 175
18 September 2017

Majalah Swadaya - Edisi 175

Majalah Swadaya mendapat kesempatan untuk silaturahim ke Pondok Pesantren Kalangsari, Cijulang, Pangandaran, yang dipimpin oleh KH. Muhammad Muchsin. Selain pengasuh sebuah pondok pesantren, Ia juga Ayahanda dari Ninih Muthmainnah (Teh Ninih), istri KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), Pembina Pondok Pesantren Daarut Tauhiid (DT).

Swadaya
Tim Swadaya pun disambut hangat oleh Luthfi Muchsin, salah seorang putera dari KH. Muhammad Muchsin yang tinggal di lingkungan pesantren. Saat tim Swadaya tiba di depan kediamannya, azan zuhur pun berkumandang, beliau tampak bergegas menuju masjid, diikuti oleh para santri lainnya. Walau usianya sudah kepala delapan, ia tak pernah lalai melaksanakan salat berjamaah di masjid.

Baginya, salat adalah ibadah yang utama kepada Sang Pencipta yang tidak boleh ditinggalkan, apalagi hanya untuk urusan duniawi. Kondisi fisiknya memang tak lagi muda. Tapi jiwa dan semangatnya untuk melangkah ke masjid, mengalahkan anakanak muda yang terkadang masih berleha-leha saat mendengar azan.Mengenal Lebih Dekat Pesantren Kalangsari Usai melaksanakan Salat Zuhur berjamaah, KH. Muhammad Muchsin dan sang istri, Nonok Muhayyah, beserta Luthfi Muchsin menjamu tim Swadaya di ruang tamu yang sederhana dan bersahaja.

Luthfi menuturkan, Pesantren Kalangsari tidak pernah mengalami perubahan nama. “Pesantren ini termasuk pesantren yang paling tua di Pangandaran, karena didirikan jauh sebelum Indonesia merdeka,” tuturnya mengawali perbincangan. iKalangsari sendiri berasal dari bahasa Sunda yang terdiri dari dua kata yaitu Kalang dan Sari. Kalang artinya tempat atau arena, sedangkan sari artinya indah yang diidentikan dengan putik sari bunga. Jadi, Kalangsari artinya tempat yang penuh dengan keindahan.

“Pondok Pesantren Kalangsari dulu didirikan oleh KH Abdul Madjid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Agan Didi (masih ada keturunan keraton) pada tahun 1928, dengan diawali oleh 10 orang Santri. Mereka membuka lahan belantara untuk dijadikan tempat menuntut ilmu. Bangunan yang pertama kali dibangun adalah masjid. Sampai saat ini, masjid itu masih berdiri tegak, dan masih terlihat keasliannya, walaupun beberapa kali mengalami perbaikan,” tutur Ustaz H. Luthfi.
Majalah Swadaya di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI